KONTAN.CO.ID -
Tidak ada kata pesta bagi industri minuman beralkohol atau minol tahun depan. Pebisnis minol harus menenggak aturan baru yakni kenaikan cukai sebesar 15% untuk minol golongan A atau kadar etil alkohol sampai 5%. Apa keputusan ini sudah tepat? Bagaimana dampaknya bagi industri minuman beralkohol? Bambang Britono, Executive Committee Grup Industri Minuman Malt Indonesia (GIMMI) menyampaikannya kepada wartawan Tabloid KONTAN, Nina Dwiantika. Berikut nukilannya: KONTAN: Apakah keputusan pemerintah soal penyesuaian cukai minol ini sudah tepat? BAMBANG: Menurut kami waktu (timing) kebijakan kenaikan tarif cukai untuk minol golongan A saat ini sangat tidak tepat. Seperti diketahui tren kontribusi pembayaran cukai minuman yang mengandung etil alkohol golongan A untuk industri bir domestik, sejak tahun 2015–2018 mengalami penurunan kurang lebih 6%. Artinya, volume penjualan bir terus turun sejak pemerintah menerapkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6/M-DAG/PER/1/2015 tentang pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran, dan penjualan minuman beralkohol. Dengan kata lain, melalui aturan ini, pemerintah membatasi peredaran dan distribusi minol di minimarket. Sebaliknya, minuman beralkohol untuk golongan B dan C mengalami tren peningkatan pada pembayaran cukai minuman beralkohol. Artinya, volume penjualan tetap tumbuh tetapi tarif cukai tidak naik. Jadi kami bingung dan tidak paham apa latar belakang kebijakan tersebut. Biasanya, cukai sebagai instrumen fiskal diterapkan untuk mengendalikan tren pertumbuhan. (Baca juga:
Mengapa pemerintah menaikkan cukai? Cukai rokok, Direktur Teknis dan Fasilitas Bea Cukai: Waktunya menaikkan cukai Pasar bir domestik belum pulih dari dampak Permendag No. 6/2015 tersebut, lalu ditambah beban kenaikan cukai ini. Akibatnya, industri bir domestik dapat efek kejut kedua, double shocks, yang akan berdampak kepada permintaan. Padahal pencanangan kebijakan sektor pariwisata untuk menciptakan 10 Bali Baru jadi momentum untuk pertumbuhan industri bir domestik yang akan memberi multiplier efek pada pertumbuhan ekonomi. Sebab, industri bir domestik ada investasi pabrik dan memperkerjakan tenaga kerja di seluruh mata rantai bisnis. KONTAN: Apakah kebijakan cukai ini akan menekan bisnis bir dalam negeri? BAMBANG: Tentu saja. Kami kehilangan sebagian jalur distribusi kami atas larangan menjual bir di mini market dan pengecer lain, diikuti oleh Peraturan Daerah yang tumpang tindih. Seyogyanya pemerintah melindungi investasi industri bir yang sudah ada, dan berkontribusi kepada Indonesia, selama hampir 88 tahun dengan memberikan kepastian usaha. Harapannya, pemerintah pusat dan daerah dapat membuat kebijakan terpadu dan berimbang dari sisi industri, perdagangan, pariwisata, dan fiskal untuk industri bir domestik dan pertumbuhan
leisure economy. Kita semua tentunya boleh bangga karena pariwisata atau leisure economy produk bir hasil karya anak bangsa, tidak saja menjadi tuan rumah di negeri sendiri, tetapi sudah dikenal di manca negara karena citra dan kualitas. Merek bir lokal seperti Bir Bintang sudah dianggap sebagai bagian salah satu citra Indonesia atau Indonesia nation brand. Bahkan, baru-baru ini Bir Bintang bisa tumbuh pasar Amerika Serikat. KONTAN: Dampaknya seperti apa bagi kinerja keuangan? BAMBANG: Yang jelas kami belum hitung karena informasi ini datang di akhir tahun 2018. Jadi kami tidak mau spekulasi. Tetapi, sejak tahun 2014 hingga tahun 2017 dan juga tahun 2018 industri domestik golongan A (bir) tidak ada pertumbuhan, bahkan tren penjualan turun. Jadi, kenaikan cukai ini bisa menambah beban dan tekanan terhadap industri. Untuk itu, terkait fiskal, kami ingin tunda dan beri kesempatan agar industri tumbuh terlebih dahulu (
recover). Kami yakin dengan pertumbuhan pasar bir secara organik maka target juga bisa tercapai. Bisa jadi, di pasar bir yang masih lemah dan tren yang menurun, kenaikan tarif cukai jadi kontra produktif sehingga target penerimaan negara tahun 2019 dari minuman mengandung etil alkohol atau disebut MMEA malah sulit tercapai. KONTAN: Selama ini asosiasi dan pengusaha sudah diajak bicara dengan pemerintah? BAMBANG: Terus terang saya baru dapat kabar soal kenaikan cukai minuman beralkohol golongan A ini dari media massa. Meskipun, kami mendapat undangan dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk sosialisasi PMK tentang tarif cukai minuman mengandung etil elkohol pada Selasa (18/12). Sebelumnya, kami pernah diajak bicara pada pertemuan dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dan Dirjen Bea dan Cuaki. Saat itu, ada penjelasan tentang target penerimaan negara dari minuman yang mengandung etil alkohol. Pada kesempatan itu kami juga ditanya kenapa minol golongan A (bir) terjadi penurunan kontribusi cukai. Lalu kami sampaikan masalah utama kami, adalah jalur distribusi ditingkat pengecer yang terputus. Sama seperti produk-produk konsumsi lainnya, bir juga perlu pengecer di mana konsumen dapat membeli untuk dibawa pulang (
take away) di samping di minum di tempat seperti resto, kafe, atau bar.
Sejak Permendag Nomor 6 tahun 2015, mini market dilarang menjual bir, kami memiliki saran terkait tata niaga perdagangan perlu diatur pengecer-pengecer resmi untuk menjual bir. ◆
Mengapa pemerintah menaikkan cukai? Baca juga: Cukai rokok, Direktur Teknis dan Fasilitas Bea Cukai: Waktunya menaikkan cukai ** Artikel ini sebelumnya sudah dimuat di rubrik Dialog Tabloid KONTAN edisi 24 - 30 Desember 2018. Untuk mengaksesnya silakan klik link berikut: Ini Jadi Double Shocks Bagi Industri Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Mesti Sinaga