Cukai rokok tak signifikan menekan emiten



KONTAN.CO.ID - Kenaikan tarif cukai rokok bukan hal yang baru. Empat tahun terakhir, cukai rokok terus naik. Meski pengaruh cukai terhadap kinerja emiten tidak bisa dihindarkan, analis belum melihat dampak yang signifikan.

Dalam Rancangan APBN 2018 juga tetap akan ada penyesuaian tarif cukai hasil tembakau. Target pendapatan cukai 2018 naik 1,5% dari tahun 2017 menjadi Rp 155,4 miliar. Sebanyak Rp 148,23 miliar di antaranya adalah cukai hasil tembakau.

Analis Binaartha Parama Sekuritas Reza Priyambada menilai, kenaikan tarif cukai belum akan berdampak buruk yang signifikan terhadap kinerja emiten rokok. Pasalnya ketika tarif cukai naik, perusahaan akan membebankan kenaikan tarif tersebut ke konsumen.


“Imbas cukai rokok tersebut ke kinerja secara fundamental, harus dilihat dulu berapa persen kenaikannya. Yang nantinya akan kita liat itu adalah pangsa pasar dari emiten rokok tersebut,” papar Reza, Minggu (20/8).

Menurut Reza, untuk menyiasati kenaikan tarif cukai, emiten harus mengimbanginya dengan meningkatkan pangsa pasar. Semakin besar pangsa pasar, semakin banyak pula konsumen yang dapat dibebankan biaya produksi. Sehingga, ketika kenaikan tarif cukai masih di kisaran single digit, Reza melihat efeknya tak akan besar.

Analis NH Korindo Sekuritas Joni Wintarja menilai, kenaikan tarif cukai tahun 2018 masih berada di bawah prediksi. Sebelumnya, Joni sempat memprediksikan kenaikan tarif cukai 2018 berkisar 10%. “Salah satu alasan yang saya lihat kenapa lebih rendah itu karena target pencapaian cukai tahun ini juga enggak tercapai,” ungkap Joni.

Otomatis hal ini menjadi sentiment positif bagi emiten. Dengan kenaikan yang lebih rendah, menurutnya, emiten bisa punya kontrol harga yang lebih baik. Begitu pula dari sisi kompetisi maupun market share.

Ke depan, Reza melihat, emiten rokok masih berpotensi untuk mencatatkan pertumbuhan. Namun, ia kembali menegaskan bahwa kuncinya ada pada pangsa pasar. Salah satu cara yang bisa diterapkan adalah dengan menambah varian rokok yang beredar di pasaran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini