KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa tantangan yang paling berat dalam satu dekade terakhir adalah pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia. Pasalnya, kebijakan pembatasan interaksi dan mobilitas masyarakat yang diterapkan hampir di seluruh negara menyebabkan terhentinya hampir seluruh aktivitas ekonomi. Hal ini menyebabkan laju pertumbuhan ekonomi global mengalami kontraksi sebesar 2,7% pada tahun 2020. Sri Mulyani bercerita, pada saat pemerintah membutuhkan dana besar untuk penanganan krisis pandemi, pendapatan negara justru turun drastis lantaran berhentinya aktivitas ekonomi.
"Sungguh tidak mudah mengelola APBN saat itu," kata Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI, Senin (20/5). Baca Juga: Sri Mulyani Pasang Defisit APBN 2025 di Rentang 2,45%-2,82% Pada tahun 2020, tingginya ketidakpastian terkait seberapa lama pandemi akan berlangsung dan seberapa besar dampaknya bagi kehidupan masyarakat dan perekonomian nasional, menyebabkan pemerintah bersama DPR harus melakukan tiga kali revisi terhadap APBN 2020. "Alhamdulillah, berkat sinergi, kolaborasi dan dukungan yang kuat dari DPR, berbagai langkah darurat penanganan pandemi dan penyelamatan ekonomi nasional dapat diimplementasikan secara cepat dan efektif," katanya. Menurutnya, langkah tersebut berhasil mencegah korban jiwa yang lebih besar dan PHK masal akibat kebangkrutan yang meluas, serta memberikan perlindungan kepada kelompok masyarakat miskin dan rentan untuk tetap dapat mengakses pangan dan layanan dasar lainnya.