Daerah boleh berutang, asal tidak lebih dari 4 persen



JAKARTA. Tak hanya pemerinta pusat yang boleh berutang, ternyata diam-diam pemerintah daerah sudah melibatkan diri dengan utang. Berdasarkan data dari Sekretaris Nasional (seknas) Forum Indonesia untuk Transparasi Anggaran (FITRA), pada 2009 ada sekitar 386 daerah dari 420 daerah yang berutang pada pihak ketiga. Terdiri dari 26 propinsi dan 360 daerah dengan total utang sekitar Rp 7,8 triliun.

Menanggapi data FITRA tersebut, Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Reydonnyzar Moenek mengatakan kalau sebenarnya pemerintah daerah (pemda) boleh berutang kepada pihak ketiga jika keuangan daerah tidak memungkinkan. Jika keuangan pemda defisit, peminjaman boleh dilakukan asalkan tidak melewati batas kumulatif defisit sebesar 4 persen.

Menurut Donny dalam ketentuan pemerintah No 54 Tahun 2005, pemda diperbolehkan mengutang dengan asumsi pinjaman tersebut bukan digunakan untuk belanja pegawai, namun harus digunakan untuk pembangunan daerah. “Besarnya peminjaman tidak boleh melewati batas kumulatif defisit sebesar 4 persen,” kata Donny, ketika ditemui di ruangannya, Jumat (5/8).


Jika peminjaman melebihi batas kumulatif 4 persen, maka harus ada persetujuan dahulu dari Menteri Dalam Negeri dan/atau Menteri Keuangan. Selain itu, pelaksanaan peminjaman harus memperhatikan kemampuan daerah tersebut dalam mengembalikan pinjaman.

Pinjaman daerah kepada pihak ketiga hanya digunakan untuk belanja modal, yakni menambah rekapitalisasi aset, pembangunan jalan, infrastruktur daerah, dan lain sebagainya. Jika pinjaman digunakan untuk belanja pegawai, maka ini akan dievaluasi dan ditindak. “Ini hanya untuk belanja utuh dan belanja modal,” tambah Donny.

Disamping itu, pinjaman daerah juga harus dibatasi oleh lama masa jabatan kepala daerah agar tidak terjadi nanti kepala daerah lama yang berutang tetapi kepala daerah berikutnya yang harus membayar.

Biasanya, pemda melakukan pinjaman atau berutang pada bank-bank pemerintah, bank daerah, atau bank yang memang dianggap layak. Terkait dengan suku bunga, disesuaikan dengan tingkat suku bunga yang berlaku dengan biaya suku bunga yang atraktif dan tidak boleh melebihi suku bunga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.