Daerah yang kurangi karbon dapat insentif



JAKARTA. Pemerintah akan memberikan insentif fiskal bagi daerah yang berhasil menurunkan emisi gas rumah kaca. Langkah ini sebagai salah satu cara untuk mengurangi tingkat pencemaran lingkungan.

Sayangnya besaran insentif tersebut masih belum diketahui. "Masih dihitung di Kementerian Keuangan," kata Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, Endah Murniningtyas, kemarin.

Pemberian insentif, menurut Endah, diatur dalam Perpres Nomor 71 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional yang diteken pada 5 Oktober 2011. Menurut Endah, insentif gas rumah kaca merupakan dana tambahan di luar dana alokasi khusus (DAK) di bidang lingkungan.


Selama ini, pemerintah pusat memang menganggarkan DAK di bidang lingkungan, terutama bagi daerah yang mengalami kerusakan hutan. “Tapi untuk masalah ini berbeda. Daerah yang karbonnya turun akan mendapat insentif lebih besar,” ujar Endah.

Sumber dana pemberian insentif sendiri berasal dari carbon trading. Dalam skema carbon trading, sebuah negara dapat mengalokasikan ijin emisi gas rumah kaca kepada perusahaan-perusahaan. Jika sebuah perusahaaan terbukti melakukan emisi kurang dari batasan yang diberikan, kelebihan ijin yang dimilikinya dapat diperdagangkan kepada perusahaan yang mengeluarkan lebih banyak polusi.

Singkatnya, yang diperdagangkan bukanlah karbon sesungguhnya, tetapi hak untuk emisi CO2. “Uang itu yang kemudian diberikan sebagai insentif untuk daerah,”ujarnya.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Armida S. Alisjahbana sebelumnya bilang, pemerintah telah membentuk Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) untuk mengelola dana dari carbon trading. "Dana yang tersedia di ICCTF kini sudah mencapai US$ 15 juta," ujar Armida.

Seperti diketahui, Kementerian Lingkungan Hidup telah menugaskan setiap pemerintah daerah untuk mengisi daftar isian sumber pencemaran karbondioksida yang menyebabkan gas rumah kaca. Pemda juga wajib menurunkan emisi karbon pada sumber-sumber emiter itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie