Daerah yang lambat terapkan online single submission terancam sanksi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah masih mempersiapkan implementasi Online Single Submission (OSS) yang rencananya mulai akhir April 2018 mendatang. Namun, dalam kurun waktu kurang dari 100 hari, pemerintah masih perlu mengerjakan berbagai hal, mulai dari pembentukan satuan tugas (satgas) hingga penguatan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).

Implementasi OSS tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 91 Tahun 2017 tentang Percepatan Kemudahan Berusaha. Untuk sampai pada implementasi OSS, setidaknya pemerintah perlu melakukan sejumlah langkah.

Pertama, pembentukan satgas dan PTSP yang ditargetkan rampung akhir Januari 2018. Kedua, inventarisasi perizinan yang ditargetkan rampung akhir Januari 2018. Ketiga, reformulasi regulasi yang ditargetkan rampung akhir Maret 2018. Keempat, pembentukan purwarupa aplikasi OSS yang ditargetkan rampung akhir April 2018.


Namun, banyak daerah yang belum melakukan langkah-langkah tersebut. Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Edy Putra Irawady mengatakan langkah-langkah tersebut akan dipenuhi pemerintah pusat dan daerah secara bertahap.

Pemerintah pusat yang pembentukan satgas dan PTSP telah mencapai 100%, akan melakukan bimbingan teknis terhadap pemerintah daerah.

Edy melanjutkan, jika pemerintah daerah tidak dapat memenuhi target yang telah ditentukan, pemerintah pusat tak segan-segan menjatuhkan sanksi. "Mulai penghargaan fiskal, hingga sanksi administratif berupa teguran ke kepala daerah hingga pemberhentian jabatan," kata Edy di Gedung Permata Kuningan, Senin (29/1).

Terkait penghargaan fiskal lanjut Edy, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) juga sedang dalam proses merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 Tahun 2012 tentang Pemberian Penghargaan dan Pengenaan Sanksi atas Pelaksanaan Anggaran Belanja Kementerian atau Lembaga. Jika Perpres tersebut selama ini berlaku hanya untuk K/L, pemerintah ingin memperluas implementasi untuk pemerintah daerah.

Selain penghargaan dan sanksi fiskal, pemerintah pusat juga akan mengenakan sanksi administratif berupa teguran, hingga pemberhentian sementara dan pemberhentian secara tetap. Edy bilang, jika pemerintah daerah bisa tepat waktu memenuhi keempat langkah tersebut, barulah dilakukan sinkronisasi antara K/L dengan pemerintah daerah.

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan, pemerintah seharusnya membuat klaster sebagai daerah percontohan untuk daerah lainnya. Misalnya, "Kluster Sumatera, Kalimantan, dan Jawa dan ke sananya dibuat percontohan. Daerah itu kalau contoh lebih senang dibandingkan harus mengikuti sesuatu yang baru," kata Endi.

Ia juga menilai, daerah menjadi tantangan yang cukup berat untuk pemerintah pusat. Apalagi saat ini tengah memasuki masa-masa pemilihan kepala daerah (Pilkada). "Pembentukan PTSP saja sudah sejak 2006 masih ada 20 (daerah) yang belum sama sekali bergerak," tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia