KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) menyampaikan penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang sebesar 204,8 juta orang menandakan proses pemutakhiran data pemilih telah mencapai final, sehingga urgensi melindungi data pribadi pemilih kian meningkat. Dari situ, pemanfaatan teknologi informasi dalam mengelola data pemilih juga harus dilakukan secara hati-hati dan memperhatikan prinsip-prinsip pelindungan data pribadi. Sebab, besarnya skala data pemilih baik dari segi jumlah maupun jenis datanya, telah membuka ruang tingginya risiko eksploitasi data pribadi pemilih, khususnya yang berasal dari hasil pendaftaran pemilih di Indonesia sebagai DPT.
Baca Juga: PPATK Pantau Lalu Lintas Dana Kampanye, Tutup Celah Pencucian Uang di Pemilu Dalam melaksanakan pemutakhiran data pemilih, KPU sendiri telah mengembangkan Sistem Informasi Pendataan Pemilih (SIDALIH), yang digunakan untuk menyusun, melakukan pemutakhiran dan konsolidasi data pemilih. Penggunaan sistem ini dituangkan dalam Keputusan KPU No. 81/2022 tentang Penetapan Aplikasi Sistem Informasi Data Pemilih Berkelanjutan dan Portal Lindungihakmu sebagai Aplikasi Khusus KPU (KKPU No. 81/2022). Sistem ini menjadi platform untuk melakukan harmonisasi data-data sistem informasi kependudukan yang dikelola Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), sekaligus berisikan informasi pemilih. SIDALIH memuat data pribadi yang terdiri atas NKK, NIK, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, alamat, status perkawinan, status kepemilikan e-KTP, status disabilitas, serta keterangan status apakah masih pemilih aktif atau sudah meninggal. Artinya sejumlah item data pemilih tersebut merupakan bagian dari data pribadi yang harus dilindungi, mengacu pada UU No. 27/2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP), dan mestinya hanya dapat diakses oleh pengendali data (KPU) serta subjek datanya. Baca Juga: Sudah Tahu Jadwal dan Tahapan Pemilu 2024? Ini Informasinya