Daging impor membanjiri pasar tradisional



JAKARTA. Segala daya dan upaya terus dilakukan pemerintah demi mewujudkan keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar harga daging sapi bisa berada di bawah Rp 80.000 per kilogram (kg).

Yang terbaru adalah membuka pintu distribusi daging impor ke pasar tradisional. Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 37/2016 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan.

Aturan ini mengubah Permendag Nomor 5/2016 dan diteken Menteri Perdagangan Thomas Lembong pada 23 Mei 2016. Pasal 20 beleid ini menyebutkan produk hewan dapat diimpor untuk tujuan penggunaan dan distribusi bagi pasar yang memiliki fasilitas pendingin.


Padahal, menurut peraturan sebelumnya, daging impor ini hanya untuk industri, hotel, restoran, dan katering. Adapun jenis hewan dan produk hewan yang dapat diimpor menurut aturan ini meliputi binatang jenis lembu dalam keadaan hidup, daging lembu dalam keadaan segar atau dingin, dan daging lembu dalam keadaan beku.

Ketua Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) Asnawi mengatakan, aturan ini berpotensi tak bisa jalan, lantaran. Sebab, aturan itu bertentangan dengan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 96/2013 tentang Pemasukan Karkas, Daging, Jeroan, dan Olahannya ke wilayah Indonesia.

Beleid ini melarang daging sapi impor masuk ke pasar tradisional. Proses importasi dan peredarannya hanya dilakukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lewat penugasan atau perusahaan swasta untuk kebutuhan industri, hotel, restoran, dan katering.

Artinya, perlu ada sinkronisasi aturan pelaksanaannya. Problem lain, distribusi daging impor beku lewat pedagang daging di pasar tradisional terbukti tidak maksimal.

"Sebab, konsumen lebih suka daging segar ketimbang daging beku," ujar Asnawi kepada KONTAN, Minggu (5/6).

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi) Thomas Sembiring bilang, beleid ini terlambat keluar. Soalnya, sulit untuk menurunkan harga daging sapi ketika sudah masuk bulan puasa.

Tapi, "Kebijakan ini tetap penting diambil untuk menjamin pasokan daging," tuturnya.

Apa pun hasilnya, setidaknya importir daging, baik BUMN maupun swasta, bakal lebih untung. Kuota baru berarti juga fulus. Asal jangan sampai langkah ini dicemari oleh para pemburu rente.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie