JAKARTA. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan, mengatakan ia telah mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan agar perusahaan BUMN yang melakukan aksi buyback (membeli kembali saham) tetap mendapat insentif pajak. "Saya minta pertimbangan Menkeu, khusus untuk "mini krisis" ini meskipun BUMN buyback besar, insentif pajak masih berlaku," kata Dahlan ditemui usai rapat kerjadengan Komisi VI, DPR RI, di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/9/2013). Untuk diketahui, pemberian insentif pajak bagi perusahaan publik diatur dalam Peraturan Pemerintah No.81 Tahun 2007 tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan (PPh) bagi Wajib Pajak Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbuka. Dalam peraturan tersebut, perusahaan publik mendapat potongan tarif PPh sebesar 5 persen dari tarif tertinggi asal memenuhi tiga syarat. Pertama, jumlah saham yang dilepas ke publik minimal 40 persen. Kedua, saham tersebut dimiliki paling sedikit 300 pihak dengan kepemilikan saham masing-masing kurang dari lima persen. Ketiga, ketentuan ini harus dipenuhi emiten paling cepat 6 bulan dalam jangka waktu satu tahun pajak. Dahlan mengajukan usulan agar BUMN yang lakukan buyback tetap diberi insentif pajak, mengingat peraturan tersebut di atas. "Ada persoalan misalnya, bank-bank kita, kan kalau kita melakukan aksi buyback, saham di publik berkurang. Padahal ada insentif pajak lima persen itu kalau kepemilikan publik 40 persen," jelas Dahlan. Dahlan menuturkan jika ada perusahaan pelat merah yang kepemilikan publiknya sudah 40 persen, melakukan aksi buyback, otomatis kepemilikan publiknya akan berkurang. Dalam hal ini, ia mempertanyakan apakah insentif pajak 5 persen tersebut tetap berlaku. "Bank banyak sekali (yang mau buyback), tapi ya itu tadi, masih mempertimbangkan. Di satu pihak buyback itu akan menggairahkan pasar, di lain pihak BUMN yang bersangkutan akan kehilangan insentif pajak. Nah kita mohon agar insentif pajaknya tidak hilang," ujarnya. Dahlan menegaskan buyback hanyalah merupakan aksi korporasi. Ia tak sepakat jika buyback disebut hanya menguntungkan orang kaya dengan mengambil uang publik dan karyawan. "Kalau saya bilang itu aksi korporasi, duit rakyat itukan kalau dari APBN. Sudah dipertimbangkan untung ruginya (buyback). Kalau ekonomi merosot terus, akhirnya tidak hanya orang kaya yang hancur, orang miskin juga," jelas Dahlan. "Ekonomi enggak pandang kaya miskin," pungkasnya. (Estu Suryowati/Kompas.com)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Dahlan minta insentif pajak BUMN yang buyback
JAKARTA. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan, mengatakan ia telah mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan agar perusahaan BUMN yang melakukan aksi buyback (membeli kembali saham) tetap mendapat insentif pajak. "Saya minta pertimbangan Menkeu, khusus untuk "mini krisis" ini meskipun BUMN buyback besar, insentif pajak masih berlaku," kata Dahlan ditemui usai rapat kerjadengan Komisi VI, DPR RI, di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/9/2013). Untuk diketahui, pemberian insentif pajak bagi perusahaan publik diatur dalam Peraturan Pemerintah No.81 Tahun 2007 tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan (PPh) bagi Wajib Pajak Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbuka. Dalam peraturan tersebut, perusahaan publik mendapat potongan tarif PPh sebesar 5 persen dari tarif tertinggi asal memenuhi tiga syarat. Pertama, jumlah saham yang dilepas ke publik minimal 40 persen. Kedua, saham tersebut dimiliki paling sedikit 300 pihak dengan kepemilikan saham masing-masing kurang dari lima persen. Ketiga, ketentuan ini harus dipenuhi emiten paling cepat 6 bulan dalam jangka waktu satu tahun pajak. Dahlan mengajukan usulan agar BUMN yang lakukan buyback tetap diberi insentif pajak, mengingat peraturan tersebut di atas. "Ada persoalan misalnya, bank-bank kita, kan kalau kita melakukan aksi buyback, saham di publik berkurang. Padahal ada insentif pajak lima persen itu kalau kepemilikan publik 40 persen," jelas Dahlan. Dahlan menuturkan jika ada perusahaan pelat merah yang kepemilikan publiknya sudah 40 persen, melakukan aksi buyback, otomatis kepemilikan publiknya akan berkurang. Dalam hal ini, ia mempertanyakan apakah insentif pajak 5 persen tersebut tetap berlaku. "Bank banyak sekali (yang mau buyback), tapi ya itu tadi, masih mempertimbangkan. Di satu pihak buyback itu akan menggairahkan pasar, di lain pihak BUMN yang bersangkutan akan kehilangan insentif pajak. Nah kita mohon agar insentif pajaknya tidak hilang," ujarnya. Dahlan menegaskan buyback hanyalah merupakan aksi korporasi. Ia tak sepakat jika buyback disebut hanya menguntungkan orang kaya dengan mengambil uang publik dan karyawan. "Kalau saya bilang itu aksi korporasi, duit rakyat itukan kalau dari APBN. Sudah dipertimbangkan untung ruginya (buyback). Kalau ekonomi merosot terus, akhirnya tidak hanya orang kaya yang hancur, orang miskin juga," jelas Dahlan. "Ekonomi enggak pandang kaya miskin," pungkasnya. (Estu Suryowati/Kompas.com)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News