KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ditunjuk menjadi pelaksana penyelenggaraan program penjaminan polis asuransi. Hal tersebut tertuang dalam draf final RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) atau Omnibus Law Keuangan per 20 September 2022, tepatnya Pasal 78, disebutkan bahwa program penjaminan polis akan diselenggarakan oleh LPS. Menanggapi hal tersebut, Sekretaris LPS Dimas Yuliharto mengaku, saat ini belum ada pembahasan dengan DPR terkait RUU P2SK. Namun demikian Dimas menyampaikan, bahwa LPS siap kalau diberi kewenangan untuk menjalankan fungsi penjaminan asuransi. "Sampai saat ini kajian terkait penjaminan asuransi di sisi pemerintah pun belum selesai," kata Dimas kepada kontan.co.id, Rabu (28/9).
Baca Juga: LPS Menaikkan Suku Bunga Penjaminan Simpanan Rupiah dan Valas, Berlaku Per 1 Oktober Industri asuransi pun turut mendukung penyelenggaraan penjaminan polis yang dilakukan oleh LPS. Direktur Eksekutif AAUI Bern Dwyanto menyampaikan, pada prinsipnya AAUI mendukung, dan tidak ada keberatan mengenai LPS akan menjamin asuransi. Menurutnya, LPS merupakan lembaga yang paling tepat untuk menjalankan program penjaminan polis. Bern menjelaskan, Pada tahun 2019 Badan Kebijakan Fiskal (BKF) sebagai inisiator mengundang AAUI, AAJI & AASI untuk melakukan kajian meliputi Ruang Lingkup Penjaminan, Iuran dan Aspek Pendanaan. "Namun hingga saat ini belum ada kelanjutan lagi dan belum ada kesepakatan maupun keputusan," ujar Bern. AAUI juga mengusulkan, besaran iuran atau premi yang diberikan perusahaan asuransi, adalah iuran dihitung berdasarkan premi neto (flat based x premi neto). Namun menurut Bern perlu ada kajian kembali. Selain itu, Bern menjelaskan, untuk potensi pengelolaan penjaminan asuransi, pada sat kajian, AAUI mengusulkan penjaminan sesuai Coordination of Benefit (CoB) seperti, property (kebakaran) dengan maksimum coverage Rp 100 juta. Selanjutnya, kendaraan bermotor okupasi pribadi, dengan coverage yaitu total loss only maksimal Rp 50 juta untuk kendaraan roda empat dan Rp 5 juta untuk kendaraan roda dua (tidak termasuk truk dan bus), kematian akibat kecelakaan diri dengan maksimum coverage Rp 50 juta, dan asuransi mikro dengan maksimum coverage Rp 2,5juta. Di sisi lain, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu mengaku, ketentuan penyelenggaraan penjaminan polis oleh LPS sudah sejalan dengan usulan asosiasi. Penyelenggaraan program penjaminan polis oleh LPS pun akan lebih efisien dari sisi waktu dan biaya.
Baca Juga: LPS Telah Cairkan Klaim Simpanan Nasabah Rp 1,413 Triliun hingga Agustus Program penjamin polis yang pihaknya usulkan yaitu, hanya menjamin unsur proteksi saja, seperti meninggal, sakit, kecelakaan. Sementara unsur investasi seperti PAYDI tidak ditanggung. "Untuk efisiensi dan mempercepat proses pendirian, kami memang sudah mengusulkan agar bisa ditangani oleh LPS, sehingga tidak perlu ada biaya rekrut dan direksi," ungkap Togar. Salah satu pemain asuransi, BRI Life menyampaikan, Lembaga Penjamin Polis (LPP) memang sudah diamanatkan di UU 40/2014. "Jadi kami senang dengan progress yang ada. Memang kalau di lihat LPS punya expertise dalam menjamin Bank, tinggal extend sedikit ke asuransi sehingga lebih mudah," terang Direktur Utama BRI Life Iwan Pasila.
Menurutnya, untuk iuran memang masih dalam proses kajian. Dengan melihat aspek apa yang bisa jadi ukuran, khususnya untuk menghindari kecenderungan mismanagement karena adanya penjaminan LPP. "Juga untuk bisa mengakomodasi perusahaan-perusahaan yang sudah berupaya dengan baik untuk menjalankan proses risk management dan compliance yang baik, yang tentunya membutuhkan biaya," tambahnya. Sementara untuk potensi pengelolaan penjaminan asuranso, Iwan menyebut, hal ini mungkin akan bergantung pada scope penjaminan. Mungkin akan bergantung pada total uang pertanggungan neto setelah cadangan premi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi