KONTAN.CO.ID - Sampai awal 2021 pandemi Covid-19 belum juga dapat diatasi. Di dunia sudah sekitar 95 juta kasus dan lebih dari 2 juta kematian terjadi. Di negara kita orang sudah membicarakan kemungkinan 1 juta kasus dalam waktu tidak terlalu lama lagi, serta angka kematian mendekati 30.000 jiwa. Yang amat perlu diwaspadai adalah angka kepositifan kita yang sudah berkisar 20% dan bahkan dalam beberapa hari sampai 30%, padahal kita ketahui rekomendasi WHO (World Health Organization) adalah hanya 5% saja. Angka kepositifan menunjukkan bagaimana besarnya penularan terjadi di masyarakat. Dan angka kita menunjukkan empat kali atau bahkan pernah enam kali dari angka WHO. Sambil pemerintah dan kita semua harus terus menangani aspek kesehatan pandemi terburuk sepanjang kita hidup ini, maka sudah kita ketahui bersama pula bahwa korona memberi dampak amat besar pada sektor ekonomi dan sosial di dunia. Dan ini tentunya harus ditanggulangi dengan penuh perhatian.
WHO bersama International Labour Organization (ILO), Food and Agriculture Organization (FAO) dan International Fund for Agricultural Development (IFAD) pada Oktober 2020 menyatakan bahwa disrupsi sosial ekonomi akibat Covid-19 amat besar. Puluhan juta orang dapat jatuh menjadi amat miskin. Jumlah orang kurang gizi di dunia yang pada Oktober 2020 diperkirakan 690 juta orang akan bertambah 132 juta lagi sampai akhir 2020. Dunia usaha mengalami tantangan amat berat. Sekitar setengah dari 3,3 miliar pekerja di dunia menghadapi risiko kekurangan uang dan atau kehilangan pekerjaan dalam berbagai tingkatannya. Sektor ekonomi informal juga terpukul hebat. Jutaan petani di dunia, begitu juga pekerja migran menghadapi situasi ekonomi yang berat dengan berkurang atau bahkan hilangnya penghasilan mereka. Direktur Jenderal WHO pada September 2020 menyatakan bahwa ekonomi global akan dapat kontraksi triliunan dolar Amerika Serikat pada 2020. Banyak negara memberi berbagai paket stimulus ekonomi, tetapi investasi besar ini tidak menghilangkan akar masalahnya. Yaitu penyakit dan pandemi yang amat membebani sistem kesehatan, mendisrupsi ekonomi dan menimbulkan kekhawatiran yang meluas serta ketidakpastian situasi. Sementara itu, pada November 2020 WHO meluncurkan Konsil Ekonomi Kesehatan (Council on the Economics of Health for All). Konsil yang beranggotakan pakar terkemuka di bidang ekonomi dan pakar kesehatan ini akan bekerja agar konsep kesehatan untuk semua
(health for all) dapat menjadi pola pikir utama dalam membentuk sistem nilai sosial dan pertumbuhan ekonomi. Pada suatu webinar pertengahan Desember 2020 yang lalu ini pihak Asian Development Bank (ADB) menyampaikan bahwa ekonomi negara-negara berkembang di Asia diperkirakan akan mengalami kontraksi sampai 0,4% di tahun 2020. Sebuah penurunan yang nyata dari pertumbuhan 5,1% di tahun 2019. Ini adalah kontraksi besar di kawasan ini dalam enam dekade terakhir ini. Disebutkan juga bahwa penurunan kemiskinan yang sudah terjadi dalam tiga empat tahun belakangan ini akan berbalik trend- nya. Bila kita gunakan batas kemiskinan sebesar US$ 1,90, maka di Asia diperkirakan akan ada 192 juta orang miskin pada akhir 2020. Kalau angka batas kemiskinannya di tingkatkan lagi maka tentu jumlah orang miskin akan bertambah pula. Disebutkan juga bahwa penutupan sebagian tempat kerja di Asia pada kurun tiga kuartal tahun 2020 ini mengakibatkan kehilangan pendapatan pekerja karena hilangnya jam kerja. Di sisi lain, penurunan permintaan dan relatif rendahnya harga minyak akan membuat inflasi di Asia tahun 2020 jadi 2,8% dan di tahun 2021 akan 1,9%. Disampaikan pula Malaysia diperkirakan akan mengalami penurunan GDP 6% tahun ini tapi akan naik kembali 7,0% di tahun 2021. Filipina mengalami kontraksi ekonomi sebesar 10,0% dalam periode Januari sampai September 2020. Singapura juga mengalami kontraksi ekonomi 6,5% pada periode yang sama, Januari sampai September 2020. Di sisi lain, Vietnam ternyata mengalami pertumbuhan ekonomi yang tadinya 0,4% di kuartal ke dua 2020 menjadi 2,6% di kuartal ketiga. Sehingga pertumbuhan rata-rata periode Januari sampai September adalah 2,1%. Diperkirakan pertumbuhan sepanjang 2020 Vietnam menjadi 2,3%. Ekonomi dan kesehatan Setidaknya ada tiga aspek yang dapat dilakukan dari sudut ekonomi dan juga kesehatan di masa pandemi sekarang ini.
Pertama, pandemi ini menjadi semacam alarm pengingat kita semua bahwa program Universal Health Coverage (UHC) memang harus diterapkan secara luas di suatu negara, setidaknya meliputi tiga area.
Pertama adalah menanggulangi ketidak meratanya pelayanan kesehatan, termasuk juga tentang penyediaan tenaga kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan serta ketersediaan alat dan obat. Berikutnya adalah menjamin ketersediaan dan kesinambungan anggaran untuk pelayanan kesehatan, serta area menggalakkan ketelibatan sektor swasta. Aspek
kedua dalam hal ekonomi dan kesehatan adalah perkembangan teknologi digital. Di masa pandemi sekarang ini berkembang sekali pelayanan kesehatan secara digital, konsultasi lewat email atau WA, telemedisin dan berbagai platform digital lainnya. Sesudah pandemi berakhir nanti maka akan baik kalau teknologi digital kesehatan ini dapat terus dikembangkan, mumpung sekarang sudah diterima luas oleh masyarakat. Tentu pemerintah, swasta dan masyarakat madani perlu mempersiapkan diri sejak sekarang agar momentum ini dapat jadi semacam hikmah dibalik tantangan kesehatan selama masa pandemi. Aspek
ketiga ekonomi dan kesehatan adalah kembali menunjukkan tuntutan perlunya keamanan kesehatan
(health security). Dalam skala nasional ini dapat meliputi perlindungan dan pemberdayaan seluruh warga negara terhadap masalah kesehatan, apalagi seperti pandemi ini. Juga mencakup kegiatan proteksi sosial, ketahanan dan keamanan pangan. Antara lain sesuai konsep dari kebun sampai ke piring
(from farm to plate). Serta kesetaraan gender dan perhatian pada kaum muda dalam pembangunan kesehatan.
Tentu dalam ruang lingkup internasional maka proses keamanan kesehatan meliputi penerapan International Health Regulation (IHR), diplomasi kesehatan serta kerjasama global untuk perlindungan semua negara. Ini amat perlu dilakukan karena dunia sekarang memang amat terhubung satu sama lainnya. Penyebaran penyakit juga terbukti mudah terjadi lintas negara sehingga tepatlah konsep penanggulangan pandemi covid-19 yang menyebutkan bahwa
no one is safe until everyone is safe. Penulis : Tjandra Yoga Aditama Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti