Dampak gasifikasi batubara terhadap kinerja Bukit Asam (PTBA) ke depan



KONTAN.CO.ID -   JAKARTA. Prospek kinerja emitan baru barau, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) bakal membaik ke depan. Apalagi emiten pelat merah ini rajin melakukan diversifikasi bisnis untuk mendorong kenaikan pendapatan.

Bukit Asam, tercatat setidaknya memiliki tiga agenda bisnis saat ini, mulai dari gasifikasi batubara, proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Mulut Tambang Sumsel 8, hingga rencana pengembangan panel surya.

Di segmen gasifikasi, saat ini PTBA sedang dalam tahap membangun pabrik pengolahan batubara menjadi dymethil eter (DME) yang berlokasi di Tanjung Enim, Sumatra Selatan.


Kontan.co.id mencatat, pabrik hilirisasi batubara tersebut akan mengolah sebanyak 6 juta ton batubara per tahun dan diproses menjadi 1,4 juta ton DME yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti liquified Petroleum gas (LPG).

Baca Juga: Kuartal III-2020, Bukit Asam (PTBA) realisasikan capex Rp 700 miliar

Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk, Arviyan Arifin, mengatakan, DME ini memiliki nilai keekonomian yang tinggi  sebagai pengganti  (substitusi) LPG yang selama ini masih diimpor.

”Dengan adanya DME ini maka tidak usah impor LPG lagi. Artinya, kita menghemat devisa negara dan neraca perdagangan,” terang Arviyan  saat paparan kinerja Bukit Asam yang digelar virtual, Jumat (6/11).

erdasarkan hitungan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, potensi penghematan negara bisa mencapai Rp 8,7 triliun.

Adapun persiapan konstruksi proyek hilirisasi direncanakan dimulai pada pertengahan 2021 sementara target operasi dibidik pada kuartal kedua 2024.

Baca Juga: Bukit Asam (PTBA) sudah mencapai target penjualan batubara tahun ini

Analis Samuel Sekuritas Indonesia, Dessy Lapagu, menilai, hilirisasi yang dilakukan PTBA akan  bernilai positif sehingga sumber revenue PTBA diharapkan lebih terdiversifikasi lagi selain dari penjualan batubara.

Hanya saja, Dessy memperkirakan dampak positif diversifikasi terhadap kinerja PTBA masih akan berefek dalam jangka panjang. “Dalam waktu dekat (kinerja) masih didominasi penjualan batubara,” terang Dessy kepada Kontan.co.id, Jumat (23/11).

Per kuartal ketiga 2020, PTBA membukukan laba bersih senilai Rp 1,7 triliun, turun 44% jika dibandingkan dengan torehan laba bersih pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 3,10 triliun.

Penurunan laba bersih ini selaras dengan penurunan pendapatan bersih Bukit Asam. Emiten yang berbasis di Sumatra Selatan ini membukukan pendapatan bersih senilai Rp 12,8 triliun, turun 20,94% dari realisasi pendapatan bersih di triwulan ketiga 2019 yang kala itu mencapai Rp 16,25 triliun.

Dessy menilai, penurunan kinerja PTBA pada 9 bulan pertama 2020 sudah sesuai dengan ekspektasi Samuel Sekuritas Indonesia seiring dengan tren penurunan harga batubara dibandingkan tahun lalu.

Baca Juga: Simak penjualan dan produksi batubara Bukit Asam (PTBA) hingga kuartal ketiga 2020

Secara kumulatif, tentunya kinerja PTBA tahun ini akan menurun dibandingkan 2019. Namun, untuk 2021 mendatang, Samuel Sekuritas Indonesia memperkirakan industri batubara global akan lebih atraktif dengan menguatnya permintaan dari China seiring aktivitas ekonomi yang diproyeksikan lebih baik dibanding 2020.

Senada, Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas menilai diversifikasi bisnis menjadi kunci strategi PTBA meningkatkan kinerja di masa depan.

“PTBA memproyeksikan jika PLTU Sumsel-8 rampung pada 2022 dan proyek gasifikasi selesai maka akan meningkatkan penjualan batubara di Mulut Tambang sekitar 12 juta ton per tahun,” ujar Sukarno.

Adapun produksi PTBA diperkirakan turun 14% secara tahunan menjadi 25,1 juta ton. Hanya saja, Sukarno berekspektasi bahwa kinerja PTBA akan dapat bangkit kembali pada tahun depan.

Baca Juga: Sambut hari belanja online 11 November, Sitebeat bagikan 1.111 website gratis

Pengembangan  dan penemuan vaksin dinilai dapat menghidupkan kembali aktivitas industri ke depannya. Sukarno merekomendasikan beli tambah (add) saham PTBA dengan target harga Rp 2.200.

Adapun, harga batubara diperkirakan akan pulih mulai akhir tahun ini dan berpeluang terus meningkat hingga tahun depan. Salah satu asumsi atas perkiraan ini didasarkan pada permintaan batubara dari China yang mulai menunjukkan peningkatan seiring dengan penurunan angka infeksi Covid-19 dan perekonomian Negeri Panda tersebut mulai pulih.

Selain itu, tingkat infeksi harian di China juga telah berhasil dikendalikan dan terus mengalami penurunan.

 

Selanjutnya: Anak usaha Intikeramik Alamasri Industri (IKAI) kaji sejumlah opsi ekspansi pabrik

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli