Dampak kebijakan QE III positif buat Indonesia



JAKARTA. Kebijakan The Federal Reserve, bank sentral Amerika Serikat (AS) untuk mengguyurkan dana ke pasar keuangan mendapat sambutan luar biasa besar dari pelaku pasar keuangan dan pemangku kebijakan di seluruh jagat. Tak terkecuali Pemerintah Indonesia dan pelaku pasar di negara kita.

Semua pihak optimistis, kebijakan moneter The Fed ini bakal mempercepat pemulihan ekonomi di Negeri Paman Sam. Sekadar Anda tahu, The Fed memutuskan untuk kembali mengguyurkan dana untuk membeli surat berharga sektor properti atau second mortgage securities di AS.

Kebijakan yang populer dengan sebutan Quntitative Easing (QE) III dan bertujuan untuk memompa likuiditas ke pasar keuangan ini dengan harapan likuiditas bisa mengalir ke dunia usaha sehingga bisa mencetak lebih banyak lagi tenaga kerja dan memutar roda ekonomi di AS.


Pelaksana tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Bambang Brodjonegoro bilang, selama ini pemulihan ekonomi di AS terkesan lambat. "Kami melihat QE III punya dampak positif terhadap AS dan akan berdampak positif pada ekonomi global," katanya, akhir pekan

lalu. Direktur Perencanaan Strategis dan Humas Bank Indonesia (BI) Difi A. Johansyah yakin, kebijakan The Fed akan membawa dampak positif bagi perekonomian Indonesia. QE III bisa meningkatkan permintaan global terhadap sejumlah komoditas, sehingga harganya secara perlahan terangkat naik.

"Harapan perbaikan ekonomi dunia jadi kombinasi harga dan permintaan ekspor akan meningkat mulai kuartal III dan seterusnya. Jadi, defisit curent account (neraca transaksi berjalan) pun akan berkurang," tutur dia.

Sedang Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistyaningsih memprediksi kebijakan The Fed bakal mendongkrak harga komoditas minyak mentah yang diikuti kenaikan harga komoditas lain, seperti minyak kelapa sawit mentah dan bijih mineral. Idealnya, kenaikan harga komoditas bakal mendorong kinerja ekspor Indonesia. Hanya, sampai saat ini, kenaikan harga komoditas masih sebatas dampak dari spekulasi pasar.

Padahal, "Untuk mendongkrak ekspor komoditas, perlu ada permintaan riil dari China," ujar Lana. Sayang, sampai saat ini, ekonomi China masih lesu. Buktinya, di China masih ada kelebihan kapasitas produksi dan stok komoditas yang melimpah.

Jika melihat kondisi ini, artinya permintaan riil komoditas belum akan ada dalam waktu dekat. Menunggu Eropa Menurut Lana, setidaknya butuh waktu tiga bulan untuk melihat dampak kenaikan harga komoditas terhadap ekspor.

Tapi, di sisi lain, QE III berdampak positif terhadap kepercayaan investor untuk menempatkan dananya di negara berkembang termasuk Indonesia. Dengan kata lain, arus modal masuk (FDI) bakal makin deras mengalir ke dalam negeri. Sehingga, neraca transaksi modal bisa membukukan surplus dan mengurangi tekanan defisit pada transaksi berjalan. Kebijakan The Fed memang tidak cukup untuk membangkitkan ekonomi dunia.

Bambang menilai, perlu kebijakan serupa dari bank sentral negara-negara Eropa. Bambang mengingatkan, masih ada ancaman krisis ekonomi dari Benua Biru. Dengan kata lain, kalau belum ada kebijakan ekonomi yang signifikan dari Zona Eropa, itu berarti Indonesia masih harus berhati-hati.

Pasalnya, pelambatan ekonomi global bakal berlangsung lebih lama lagi. "AS tidak bisa mengatasi krisis global sendirian, AS dan Eropa harus bersama-sama mengatasi," imbuhnya.

Setelah AS dan Eropa pulih, maka dampaknya baru akan merembet ke negara-negara menengah, seperti China dan Jepang. Selanjutnya ke negara berkembang semisal Indonesia yang selama ini lebih banyak menyuplai barang ke China dan Jepang ikut merasakan efeknya juga. Jadi, jangan terlalu terlena dengan euforia dari kebijakan QE jilid III di AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie