Dampak kenaikan harga komoditas batubara terhadap emiten batubara



KONTAN.CO.ID -   JAKARTA. Batubara menjadi salah satu komoditas yang harganya cukup gemilang tahun ini. Mengutip data Bloomberg, harga batubara ICE Newcastle sudah berada di level US$ 176,55 per ton pada Rabu (15/9), yang merupakan harga tertinggi tahun ini.

Harga ini sudah melesat 121,93% % dari harga akhir tahun 2020 di level US$ 79,55 per ton.

Kenaikan harga batubara ini tentu membawa angin segar bagi emiten yang bergerak di sektor tambang batubara. Namun, bagaimana dengan nasib emiten yang menggunakan batubara sebagai salah satu komponen bahan bakar?


Reza Priyambada, Pengamat Pasar Modal Asosiasi Analis Efek Indonesia, menyebut, terdapat sejumlah sektor yang bertumpu pada batubara sebagai sumber bahan bakar, seperti industri keramik, besi dan baja, tambang logam, hingga industri dasar.

Baca Juga: Harga batubara melonjak, margin emiten-emiten ini diproyeksi tertekan

Jika dilihat sekilas, memang nampaknya margin emiten di sektor ini akan tertekan seiring kenaikan harga batubara. Namun, Reza mengatakan, berkaca pada kenyataan di lapangan, biasanya para pengusaha sudah memiliki kontrak jangka panjang terkait pembelian bahan bakar.

“Jadi, mereka tidak mengikuti harga yang ada saat ini,” terang Reza kepada Kontan.co.id, Kamis (16/9) malam.

Dengan kata lain, industri pengguna batubara sudah punya acuan kontrak pembelian batubara, sehingga tidak mengikuti fluktuasi harga di pasar kontrak komoditas.

“Mereka punya harga acuan, harga acuan ini yang menjadi dasar mereka. Biasanya mereka akan melakukan deal antara kebutuhan volume dan harganya,” sambung Reza. Di sisi lain, efisiensi dalam pengelolaan mungkin akan dilakukan untuk menekan biaya.

Strategi Antisipasi

PT Semen Baturaja Tbk (SMBR) sebagai salah satu pengguna batubara telah menyiapkan sejumlah strategi untuk menghadapi kenaikan harga komoditas energi.

Baca Juga: Penerimaan negara sektor minerba capai Rp 44,5 triliun sudah lewati target tahun ini

Sekretaris Perusahaan Semen Baturaja Doddy Irawan mengatakan, emiten pelat merah ini mengoptimalkan penggunaan batubara berkalori rendah dari sumber yang paling ekonomis.

Selain itu, SMBR juga memperbanyak rekanan vendor penyuplai batubara. “Kami juga mengoptimalkan penggunaan limbah B3 sebagai bahan substitusi energi/bahan bakar,” terang Doddy kepada Kontan.co.id, Kamis (16/9).

 

SMBR Chart by TradingView

Doddy mengamini, kenaikan harga batubara tentu berdampak pada beban pokok SMBR, karena batubara merupakan salah satu komponen terbesar dalam struktur biaya  SMBR.

Dengan menimbang kenaikan harga batubara, SMBR membuka peluang untuk menaikkan harga jual. Namun, selain mempertimbangkan kenaikan harga batubara,menurut Doddy rencana kenaikan harga jual tentunya juga harus memperhatikan kondisi pasar dan persaingan di suatu wilayah.

Selanjutnya: Bina Buana Raya (BBRM) menjual saham treasury ke Puribuana Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli