JAKARTA. Konflik antar negara teluk di kawasan Timur Tengah dikhawatirkan berdampak pada perekonomian sejumlah negara, termasuk Indonesia. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira akan ada beberapa dampak yang berimbas pada Indonesia. Pertama, konflik antar negara Timur Tengah ini punya dampak terhadap ketidakpastian harga minyak. Hal ini tentu membuat keputusan pemerintah untuk menyesuaikan harga ICP dan PNBP migas menjadi lebih sulit. "Andaikan harga minyak ternyata justru naik di atas US$ 50 per barel, maka harga premium dan solar secepatnya pasti akan disesuaikan. Tentu ini berpengaruh ke inflasi harga yang diatur pemerintah. Konsumsi rumah tangga bisa terpukul akibat naiknya harga BBM bersubsidi yang terlalu tinggi," jelas Bhima. Kedua, komoditas ekspor Indonesia ke Qatar seperti kayu/furnitur, otomotif dan tekstil kemungkinan besar akan terkoreksi turun. Ketiga, soal investasi Qatar ke Indonesia menurut Bhima juga penting. Meskipun Qatar terbilang kecil kontribusinya ke investasi Indonesia. Tahun 2016 lalu, Qatar berada di posisi 117 dari 118 negara dalam realisasi investasi. "Kondisi ini bisa saja menyebabkan komitmen investasi baru, seperti komitmen kerjasama dengan Qatar Investment Authority bisa tertunda," ujar Bhima. Keempat, terkait urusan tenaga kerja. Jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Qatar sekitar 40.000 orang. Bhima mengatakan jika krisis terus berlanjut, akan ada pemulangan TKI. Dan dampaknya bagi Indonesia bisa terjadi lonjakan pengangguran. Terkait ketidakpastian harga minyak, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro mengungkapkan bahwa konflik yang tengah terjadi dikhawatirkan dapat memicu keluarnya Qatar dari Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC). "Jika sampai Qatar keluar dari OPEC, harga minyak bisa makin rendah," kata Komaidi. Ia menjelaskan jika pasokan minyak dunia makin tak terkendali. Saat ini, produksi minyak Qatar sekitar 2 juta bph atau kurang lebih 6% dari total produksi minyak negara-negara OPEC yang sebesar 32 juta bph. "Sampai sejauh ini yang lebih dominan adalah efek psikologis, kecuali jika nantinya Arab dapat memaksa anggota lain untuk mengeluarkan Qatar dari keanggotaan OPEC," pungkas Komaidi. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Dampak konflik Timteng terhadap RI menurut ekonom
JAKARTA. Konflik antar negara teluk di kawasan Timur Tengah dikhawatirkan berdampak pada perekonomian sejumlah negara, termasuk Indonesia. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira akan ada beberapa dampak yang berimbas pada Indonesia. Pertama, konflik antar negara Timur Tengah ini punya dampak terhadap ketidakpastian harga minyak. Hal ini tentu membuat keputusan pemerintah untuk menyesuaikan harga ICP dan PNBP migas menjadi lebih sulit. "Andaikan harga minyak ternyata justru naik di atas US$ 50 per barel, maka harga premium dan solar secepatnya pasti akan disesuaikan. Tentu ini berpengaruh ke inflasi harga yang diatur pemerintah. Konsumsi rumah tangga bisa terpukul akibat naiknya harga BBM bersubsidi yang terlalu tinggi," jelas Bhima. Kedua, komoditas ekspor Indonesia ke Qatar seperti kayu/furnitur, otomotif dan tekstil kemungkinan besar akan terkoreksi turun. Ketiga, soal investasi Qatar ke Indonesia menurut Bhima juga penting. Meskipun Qatar terbilang kecil kontribusinya ke investasi Indonesia. Tahun 2016 lalu, Qatar berada di posisi 117 dari 118 negara dalam realisasi investasi. "Kondisi ini bisa saja menyebabkan komitmen investasi baru, seperti komitmen kerjasama dengan Qatar Investment Authority bisa tertunda," ujar Bhima. Keempat, terkait urusan tenaga kerja. Jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Qatar sekitar 40.000 orang. Bhima mengatakan jika krisis terus berlanjut, akan ada pemulangan TKI. Dan dampaknya bagi Indonesia bisa terjadi lonjakan pengangguran. Terkait ketidakpastian harga minyak, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro mengungkapkan bahwa konflik yang tengah terjadi dikhawatirkan dapat memicu keluarnya Qatar dari Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC). "Jika sampai Qatar keluar dari OPEC, harga minyak bisa makin rendah," kata Komaidi. Ia menjelaskan jika pasokan minyak dunia makin tak terkendali. Saat ini, produksi minyak Qatar sekitar 2 juta bph atau kurang lebih 6% dari total produksi minyak negara-negara OPEC yang sebesar 32 juta bph. "Sampai sejauh ini yang lebih dominan adalah efek psikologis, kecuali jika nantinya Arab dapat memaksa anggota lain untuk mengeluarkan Qatar dari keanggotaan OPEC," pungkas Komaidi. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News