KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada paruh pertama 2019, persaingan bank dalam memperebutkan likuiditas cukup pesat. Tak hanya bank kecil, bank menengah dan bank besar pun ikut berlomba menjaring dana masyarakat untuk memenuhi kebutuhan bisnis. Akibatnya, beban bunga sejumlah bank sempat melejit di semester I-2019, bahkan melampaui laju pendapatan bunga. Ambil contoh, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) yang mencatatkan total beban bunga menembus Rp 6,75 triliun secara konsolidasi. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 26,62% secara
year on year (yoy), praktis melampaui pertumbuhan pendapatan bunga sebesar 15,73% pada periode yang sama. Direktur Keuangan BCA Vera Eve Lim memandang, kenaikan yang cukup besar tersebut merupakan akumulasi dari peningkatan bunga deposito BCA yang sudah naik sekitar 150 basis poin (bps) sejak tahun lalu. "Tahun lalu dari bulan Mei-Desember naik 150 bps, tentu berdampak ke tahun ini," ujarnya di Jakarta, Rabu (25/7).
Memang, bila merujuk laporan keuangan BCA di kuartal II 2019, laju pertumbuhan deposito BCA memang cukup tinggi sebesar 18,1% secara yoy. Dampaknya pun terasa dari biaya dana (
cost of fund/CoF) BCA yang meningkat secara tahunan dari 1,73% di semester I-2018 menjadi 2,02% akhir semester I-2019. Bank bersandi bursa BBCA ini menambahkan, walau bunga deposito sudah naik 150 bps, per Juli 2019 awal perseroan baru menurunkan 0,25% tingkat bunga deposito. Meski begitu, pihaknya memastikan ke depan suku bunga deposito akan berangsur menurun. Sebab, likuiditas perbankan sudah mulai longgar pasca Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga dan ditambah adanya pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM). Kendati beban bunga naik, BCA tetap berhasil meningkatkan margin bunga bersih (
net interest margin/NIM) sebanyak 20 bps menjadi 6,2% di paruh pertama. Walau secara industri NIM perbankan turun 20 bps hingga bulan Mei 2019. Salah satunya, ditopang oleh pertumbuhan kredit BCA yang masih naik 11,5% yoy menjadi Rp 565,23 triliun. Di samping itu, porsi deposito BCA terhadap total DPK juga tak begitu dominan alias hanya 24,3% saja. Bukan cuma BCA saja yang mencatat beban bunga naik, dua bank raksasa lain yakni PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) dan PT Bank Mandiri Tbk juga mengalami hal serupa. BNI dalam laporan keuangannya mencatat beban bunga naik 26,2% yoy sementara pendapatan bunga tumbuh 9,4% saja di paruh pertama. Direktur Keuangan BNI Anggoro Eko Cahyo menuturkan, hal ini menjadi salah satu penyabab laba bersih BNI belum tumbuh deras di kuartal II-2019 atau hanya naik 2,7% yoy menjadi Rp 7,63 triliun. Wajar saja, akibat beban bunga yang naik tinggi, CoF BNI pun ikut naik menjadi 3,2% per semester I-2019, tertinggi sejak tahun 2016 silam. Selain itu, NIM bank berkode emiten BBNI pun ikut surut 0,5% menjadi 4,9% di semester I-2019. "Beban bunga dan CoF dibanding tahun lalu meningkat. Mayoritas kredit juga dari segmen korporasi dengan
yield-nya lebih rendah," ujarnya. Nah, Bank Mandiri di sisi lain mencatatkan beban bunga naik 27,6% yoy menjadi Rp 12,25 triliun. Utamanya disebabkan oleh deposito yang naik 15,1% secara yoy di periode semester I-2019. Alhasil, laju NIM bank berlogo pita emas ini pun ikut turun 14 bps menjadi 5,6% yang salah satunya disebabkan oeh CoF yang terangkat menjadi 3% hingga semester I 2019.
Bukan cuma bank besar, BUKU III seperti PT BPD Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) juga bernasib serupa. Direktur Keuangan Bank Jatim Ferdian Timur Satyagraha mengungkap per Juni 2019 total beban bunga naik 21,57% yoy menjadi Rp 787 miliar. Persentase tersebut lebih pelan dari laju pendapatan bunga yang naik 13,94% yoy. Meski begitu, pendapatan bunga bersih (
net interest income/NII) Bank Jatim masih tercatat naik 11,15% yoy. Walau NIM terpaksa susut menjadi 6,3% dari tahun sebelumnya 6,41%. "Biaya bunga di semester I-2019 tinggi, dampak dari Desember 2018," terangnya kepada Kontan.co.id, Kamis (25/7). Ferdian beranggapan di semester II-2019 trennya akan terus membaik. Hal ini ditandai oleh likuiditas bank yang mulai longgar serta persaingan suku bunga yang tak lagi sengit. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi