JAKARTA. Menutup bulan Mei, pemerintah berencana melaksanakan kembali lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Lelang sukuk ini akan dilaksanakan pekan depan tepatnya Selasa (30/5). Lain dengan beberapa lelang sukuk yang telah terlaksana sebelumnya, kali ini pemerintah memasang target indikatif Rp 5 triliun. Angka tersebut lebih rendah dibanding lelang SBSN lainnya selama tahun 2017 yang mematok target indikatif Rp 6 triliun. Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Roby Rushandie memperkirakan lelang Selasa mendatang akan stabil cenderung ramai sebagaimana lelang sukuk biasanya. Bahkan, ia bilang berpotensi terjadi kelebihan penawaran atau oversubscribed mencapai sekitar Rp 10 triliun – Rp 15 triliun. “Bisa kelebihan penawaran hingga 2-3 kali lipat target indikatif pemerintah,” ujarnya. Pada lelang sukuk teranyar yang dilaksanakan Selasa (16/5), memang terbilang ramai karena berhasil meraup penawaran sebesar Rp 10,99 triliun. Hampir dua kali lipat dari target indikatifnya yakni Rp 6 triliun. Ia melanjutkan, kenaikan peringkat utang Indonesia dari Standard and Poor's (S&P) menjadi investment grade akhir pekan lalu menjadi salah satu katalis tetap ramainya lelang pekan depan. Kendati demikian, imbas kenaikan rating ke pasar SBSN tidak akan sebesar di pasar Surat Utang Negara (SUN). Pasalnya, mayoritas peminat sukuk merupakan investor domestik. “Lain halnya dengan pasar SUN yang diramaikan oleh investor asing,” tambahnya. Roby meneruskan, pasar sukuk di lelang pekan depan masih akan diselimuti sentimen-sentimen negatif dari eksternal seperti proyeksi kenaikan suku bunga The Fed yang akan direncanakan realisasinya bulan Juni tahun ini. Penurunan rating utang China oleh Moody's menjadi “Aa3”.
Dampak rating S&P di lelang SBSN, tak sebesar SUN
JAKARTA. Menutup bulan Mei, pemerintah berencana melaksanakan kembali lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Lelang sukuk ini akan dilaksanakan pekan depan tepatnya Selasa (30/5). Lain dengan beberapa lelang sukuk yang telah terlaksana sebelumnya, kali ini pemerintah memasang target indikatif Rp 5 triliun. Angka tersebut lebih rendah dibanding lelang SBSN lainnya selama tahun 2017 yang mematok target indikatif Rp 6 triliun. Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Roby Rushandie memperkirakan lelang Selasa mendatang akan stabil cenderung ramai sebagaimana lelang sukuk biasanya. Bahkan, ia bilang berpotensi terjadi kelebihan penawaran atau oversubscribed mencapai sekitar Rp 10 triliun – Rp 15 triliun. “Bisa kelebihan penawaran hingga 2-3 kali lipat target indikatif pemerintah,” ujarnya. Pada lelang sukuk teranyar yang dilaksanakan Selasa (16/5), memang terbilang ramai karena berhasil meraup penawaran sebesar Rp 10,99 triliun. Hampir dua kali lipat dari target indikatifnya yakni Rp 6 triliun. Ia melanjutkan, kenaikan peringkat utang Indonesia dari Standard and Poor's (S&P) menjadi investment grade akhir pekan lalu menjadi salah satu katalis tetap ramainya lelang pekan depan. Kendati demikian, imbas kenaikan rating ke pasar SBSN tidak akan sebesar di pasar Surat Utang Negara (SUN). Pasalnya, mayoritas peminat sukuk merupakan investor domestik. “Lain halnya dengan pasar SUN yang diramaikan oleh investor asing,” tambahnya. Roby meneruskan, pasar sukuk di lelang pekan depan masih akan diselimuti sentimen-sentimen negatif dari eksternal seperti proyeksi kenaikan suku bunga The Fed yang akan direncanakan realisasinya bulan Juni tahun ini. Penurunan rating utang China oleh Moody's menjadi “Aa3”.