KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang tahun ini harga komoditas cenderung menguat. Kebijakan China memperketat izin pertambangan mampu mengangkat harga, tapi kenaikan suku bunga dan reformasi pajak AS menahan laju harga. Batubara memimpin penguatan harga komoditas energi tahun ini, dengan kenaikan 26,18% bila dihitung sejak awal tahun hingga Jumat (22/12) lalu. Akhir pekan lalu, harga batubara pengiriman Maret 2018 di ICE Futures Exchange bertengger di US$ 97,35 per metrik ton. Kenaikan harga batubara jauh melampaui pertumbuhan harga minyak yang hanya 2,62% dan harga gas alam yang turun 26,67% di periode sama. Reformasi tambang dan kebijakan pengurangan polusi di China menjadi sentimen positif yang mendorong harga komoditas energi ini.
Wahyu Tribowo Laksono, Analis Central Capital Futures, mengatakan, langkah pemerintah China menekan kadar polusi udara dengan beralih menggunakan gas alam jadi bumerang. Kebijakan ini mengakibatkan keterbatasan pasokan gas, sehingga sebagian pembangkit listrik kembali menggunakan batubara. Hal ini membuat permintaan batubara meningkat. Harga batubara sempat naik di atas U$$ 100 per ton, imbuh Wahyu, akhir pekan lalu. Tambah lagi, AS keluar dari perjanjian iklim Paris. Di 2017, Energy Information Administration memperkirakan permintaan batubara AS naik sekitar 7,8% dari 728 juta ton menjadi 785 juta ton. Di jajaran logam industri, aluminium mencetak kenaikan harga tertinggi, yakni 29,47% sejak awal tahun. Jumat lalu, harga aluminium kontrak pengiriman tiga bulanan di London Metal Exchange mencapai US$ 2.192 per metrik ton. Harga tembaga juga naik cukup fantastis, yakni 28,71% sejak awal tahun. Reformasi tambang yang dilakukan China dengan mengurangi pabrik peleburan aluminium ilegal cukup signifikan mengangkat harga. Aluminium telah mencapai level tertinggi dalam lima tahun, yakni di US$ 2.192 per metrik ton, ungkap Wahyu. Pasar aluminium global sangat ditentukan oleh pabrik peleburan aluminium di China yang meredup. Produksi aluminium China terus menurun menjadi 33–34 juta ton pada kuartal IV-2017. Logam mulia Harga emas, yang merupakan aset lindung nilai, mencapai 9,76%. Tapi bila dibandingkan harga logam mulia lainnya, kenaikan harga emas tergolong mini. Tengok saja, paladium melonjak 50,75% sepanjang tahun ini. Putu Agus Pransuamitra, analis Monex Investindo Futures, mengatakan, performa emas dipengaruhi oleh kondisi politik dan kebijakan pemerintahan AS dan kondisi geopolitik global. Terutama kenaikan suku bunga The Fed dan reformasi pajak AS. Dus, meski sempat beberapa kali menembus level US$ 1.300 per ons troi tetapi akhirnya harganya kembali masuk US$ 1.200 per ons troi. Walaupun harga emas masih positif setelah RUU pajak AS disetujui, tetapi sepertinya efeknya baru akan terasa tahun depan, ujarnya. Sementara, harga paladium mencatatkan kinerja terbaiknya tahun ini. Sejak awal tahun, harga komoditas ini melambung 50,75%. Andri Hardianto, analis Asia Tradepoint Futures melihat tingginya permintaan paladium sebagai logam industri telah menjadi katalis positif yang melambungkan harga. Penjualan mobil berbahan bakar bensin dari AS dan China menjadi sentimen utama.
Penjualan mobil di AS bulan November naik 1,3%. Sedangkan penjualan di China tumbuh 2% selama bulan Oktober. Sebenarnya ini telah melampaui kondisi fundamentalnya. Ada unsur spekulatif yang membuat harga menguat cukup signifikan, ujarnya. Sedang di komoditas perkebunan, harga crude palm oil (CPO) terpangkas 13,92% sejak awal tahun. Analis Asia Tradepoint Futures Deddy Yusuf Siregar, mengatakan, harga CPO tertekan karena hasil panen kedelai AS dan Argentina yang melimpah. Dalam tiga tahun terakhir, produksi kedelai terus meningkat dengan total lahan 8 juta hektare. Sementara lahan perkebunan CPO hanya 6,5 hektare. Ini mendorong negara konsumen CPO beralih ke minyak kedelai yang lebih murah, imbuh Deddy. putri Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie