Dampak UU Minerba harus siap diantisipasi



JAKARTA. Undang-undang Mineral dan Batu Bara (Minerba) nomor 4 Tahun 2009 mengamanatkan agar ekspor bahan mentah hasil tambang tak diperbolehkan lagi terhitung 12 Januari 2014. Dengan aturan ini, perusahaan pertambangan wajib mendirikan pabrik pengolahan bahan tambang setengah jadi sebelum diekspor. Hal ini tentu akan membuat penyerapan bagi lapangan pekerjaan baru. Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menilai, pemberlakuan UU Minerba pasti berdampak pada neraca perdagangan dan juga neraca transaksi berjalan Indonesia.

Meski sempat terjadi surplus neraca perdaganga atau trade balance Indonesia di bulan November 2013 yang mencapai US$ 776,8 juta, namun hal tersebut patut dicermati. Angka kenaikan di sisi ekspor pada November 2013 mencapai US$ 15,93 miliar. Namun, menurut Agus, tingginya permintaan ekspor komoditas di tengah penurunan harga, patut diwaspadai, karena dikhawatirkan hal itu disebabkan oleh akan diberlakukannya UU Minerba pada 12 Januari mendatang. "Sekarang harga komoditas turun, tapi ekspor tetap naik. Jangan-jangan banyak yang ekspor mineral mumpung belum dibatasi. Ini kan sesuatu yang tidak sustainable. Yang saya ingin sampaikan, kita jangan hanya melihat short term, tetapi juga harus melihat jangka menengah dan panjang serta jangan mudah puas dan jangan gampang putus asa," ujar Agus di Gedung BI, Jakarta, Jumat, (3/1).  Pembatasan ekspor mineral sebagaimana diamanatkan UU Minerba menurut mantan Menteri Keuangan ini, harus dilaksanakan.

Penerapan UU Minerba ini tentu akan berdampak pada neraca perdagangan dan juga neraca transaksi berjalan Indonesia. Karena itu, Indonesia harus bersiap diri, dengan selektif dalam melakukan importasi. "Apalagi tahun ini mungkin akan ada investasi dalam bentuk smelter. Itu akan menekan impor lagi. Jadi kondisi neraca perdagangan yang sekarang agak membaik nanti mungkin agak sedikit tertekan, itu semua akan tercermin dlm nilai tukar," ujar Agus. Lebih lanjut, Agus mengimbau untuk melakukan perbaikan neraca energi karena impor minyak dan gas Indonesia masih dalam tren naik.


Selain itu, memperbaiki neraca pangan, infrastruktur, meningkatkan daya saing ekonomi nasional, meningkatkan kemandirian ekonomi nasional dan juga meyakinkan penguatan pembiayaan sistem ekonomi nasional, merupakan cara yang dapat dilakukan dalam rangka reformasi struktural. "Ini harus dijalankan karena hasilnya baru jangka menengah dan panjang. Kami di BI akan terus jaga aspek moneter. Kami akan memberikan penekanan pada pendalaman pasar keuangan khususnya pasar valas yang harus kami jaga," ucapnya. Sekadar mengingatkan, current account deficit pada kuartal III-2013 kemarin mencapai US$ 8,4 miliar atau sekitar 3,8% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Sedangkan pada kuartal pertama 2013 nilainya lebih besar yaitu sebesar US$ 9,9 miliar atau 4,4% dari PDB. Kementerian Keuangan memperkirakan current account deficits kuartal-IV 2013 akan berada di bawah US$ 8 miliar atau seperti kondisi pada kuartal III-2013.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan