KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo telah menyampaikan asumsi-asumsi makro yang digunakan tahun depan dalam pembacaan nota keuangan kepada DPR RI, Senin (16/8). Sejumlah poin yang ditetapkan pemerintah adalah pertumbuhan ekonomi 2022 yang dipatok pada kisaran 5% hingga 5,5%. Ini artinya, pertumbuhan ekonomi di tahun depan akan lebih tinggi dari proyeksi tahun ini yang hanya 3,5%-4,3%. Jokowi mengatakan, penetapan asumsi indikator makro berpijak pada kebijakan reformasi struktural serta memperhitungkan dinamika pandemi Covid-19 di tanah air. Selain pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi juga dijaga pada tingkat 3% dengan nilai tukar rupiah diperkirakan di kisaran Rp 14.350 per dolar AS.
Analis Erdikha Elit Sekuritas Regina Fawziah mengatakan, dengan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang sudah memakan waktu kurang lebih satu setengah bulan yang diikuti oleh pelandaian kasus harian, akan berdampak terhadap laju pertumbuhan ekonomi ke depan. Hal ini didukung oleh beberapa data indikator ekonomi yang masih lebih baik dibandingkan dengan periode tahun lalu.
Baca Juga: Net buy asing Rp 555 miliar, IHSG ditutup melemah 0,84% ke 6.078 pada hari ini (16/8) Regina menilai, perbaikan kondisi ini bisa saja berlanjut hingga kuartal keempat, terutama apabila kasus Covid-19 terus menunjukan tren penurunan. Dengan perkembangan kondisi saat ini, dia memproyeksi ada potensi meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan, dengan asumsi kurva kasus Covid-19 Indonesia kembali melandai serta mobilitas kembali meningkat. Konsumsi masyarakat dan daya beli juga kembali meningkat dengan dibukanya kembali beberapa sektor usaha dengan masih diberlakukan protokol kesehatan yang ketat. “Kondisi ekonomi secara global juga cenderung lebih baik sehingga mendorong laju pertumbuhan ekonomi domestik,” terang Regina kepada Kontan.co.id, Senin (16/8). Analis MNC Sekuritas Rifqi Ramadhan berekspektasi pertumbuhan ekonomi dapat bergerak sesuai dengan target pemerintah, yaitu 5% di tahun depan. Namun, asumsi ini harus diikuti dengan langkah konkret pemerintah. Salah satunya proses vaksinasi yang mampu mencapai
herd immunity, dimana pada kenyataannya angka vaksinasi saat ini masih 50%. Baca Juga:
IHSG ditutup melemah ke 6.087 pada perdagangan Senin (16/8), asing koleksi BUKA, BBCA Kedua, optimalnya kebijakan fiskal dalam bentuk penyaluran bantuan sosial (bansos). Namun realisasi anggaran baik kesehatan dan penyaluran bansos koordinasi antara pusat dan daerah masih belum agresif. “Dilihat dari penyerapan anggarannya yang sudah memasuki semester kedua tahun ini, namun masih di bawah 50%,” terang Rifqi, Senin (16/8). Regina menyebut, berdasarkan histori tahun-tahun sebelumnya, pembacaan nota keuangan memang sedikit berpengaruh terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Sebab, biasanya agenda ini berisikan penyampaian sejumlah indikator makro yang dicermati pasar, seperti RAPBN 2022, proyeksi pertumbuhan ekonomi 2022, target inflasi, tingkat suku bunga SUN, dan lainnya, yang memang sebelumnya telah disetujui oleh Badan Anggaran (Banggar) DPR RI. Namun, seiring dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang cenderung membaik di tahun depan, Regina menyebut pelaku pasar perlu mewaspadai perubahan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia selaku pemegang kebijakan moneter. Sebab, membaiknya ekonomi diiringi adanya peningkatan inflasi karena tingkat konsumsi masyarakat dan mobilitas yang meningkat. Maka, ada potensi bagi BI untuk melakukan perubahan kebijakan moneter guna menjaga tingkat inflasi dan daya beli atau konsumsi masyarakat.
Hal ini juga berlaku untuk Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed. Apabila pertumbuhan ekonomi AS, terutama dari sisi inflasi dan ketenagakerjaan terus membaik, maka ada potensi bagi The Fed untuk merubah kebijakan moneter yang ada pada tahun 2022, sehingga hal ini juga perlu diperhatikan oleh para pelaku pasar. Senada, Rifqi menyebut, dari faktor eksternal, arah kebijakan moneter adalah kebijakan
tightening yang mampu menjadi risiko out flow dan risiko pembiayaan, yang pada akhirnya bisa menjadi sentimen negatif bagi IHSG. Dengan asumsi tersebut, MNC Sekuritas tetap mempertahankan target IHSG akhir tahun 2021, dengan
base case scenario di level 6.320, level 7.221 untuk
bullish scenario, dan 5.651 untuk
bearish scenario.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli