Batik dikenal sebagai produk tradisional Indonesia yang sudah menjadi warisan dunia. Namun yang lebih dikenal dunia adalah kain batik. Padahal, ada satu lagi batik dengan kayu sebagai sarana. Batik kayu ini juga bisa menghasilkan fulus yang tak kecil bagi pembatiknya.Kreasi tradisional berupa kain batik bisa dibilang telah menjadi milik dunia. Namun batik yang dikenal dunia adalah batik yang melekat pada kain. Padahal, ada juga batik yang dilukis dengan manis di media kayu. Batik kayu ini juga tak kalah indahnya dengan batik tulis atau batik kain. Apalagi, kayu yang dibatik itu bukan sekadar kayu yang berupa lempengan papan atau balok kayu gelondongan. Sebab, kayu yang dibatik itu juga hasil kerajinan, seperti peralatan dapur, miniatur mobil, miniatur sepeda motor, gelang, meja, kursi, ranjang hingga lemari. Salah satu pembatik kayu yang sudah punya nama adalah Sudiman. Dia ini pemilik sanggar Cinta Batik di Bantul, Yogyakarta. Seperti pembatik dengan media kain, Sudiman juga menggunakan canting untuk membatik kayu yang sudah berupa pisau, piring, dan cermin. Pria yang mewarisi ilmu membatik dari orang tuanya itu mengaku sudah terbiasa membatik di atas kayu. Tak hanya itu, ia juga memiliki kemampuan untuk membatik di permukaan logam seperti pisau. "Tapi itu sesuai permintaan pelanggan," tutur Sudiman.Sudiman mengungkapkan, dia mulai membatik di kayu sejak dua tahun lalu. Ia menjual karyanya itu mulai dari harga Rp 6.000 hingga ada yang Rp 100.000. Ambil contoh, untuk sebuah pisau berukuran 1,5 cm x 8 cm yang sudah di batik pada bagian gagangnya dijual seharga Rp 6.000 per bilah. Sedangkan pisau yang berukuran 1,5 cm x 80 cm, yang lebih mirip samurai daripada pisau, dijual seharga Rp 100.000 per bilah. "Permintaan pisau ini biasanya datang dari kolektor benda seni," jelasnya. Soal motif, Sudiman menyediakan banyak pilihan. Namun ia menyerahkan pilihan motif itu kepada pelanggannya. Sejauh ini, permintaan pisau batik datang dari Jakarta, Surabaya, dan kota lain di Jawa. "Terkadang ada juga permintaan dari Malaysia," jelas Sudiman. Meskipun ada pemintaan, Sudiman mengaku peminat batik kayu dia belum massal. Sebab, produk kayu yang ia batik itu baru menyasar pasar kolektor benda-benda seni. "Setiap bulan permintaan saya hanya 150 bilah pisau dengan omzet Rp 7 juta per bulan," kata Sudiman. Namun, Sudiman masih bisa bernapas lega. Sebab saat musim liburan ada kenaikan permintaan pisau bergagang batik itu walau tidak banyak. Banyak kolektor benda seni biasanya datang ke Yogyakarta mencari pisau bergagang kayu yang sudah dibatik. Selain Sudiman, ada juga Muhammad Abduh, pemilik CV Anin Rumah Batik yang memproduksi produk kerajinan kayu jati batik. Salah satu produk andalannya itu adalah mebel batik atau furnitur batik.Abduh memulai usaha sejak 2007 silam, saat awal memulai usaha, ia sudah bisa menjual sekitar 10 unit mebel batik per bulan. Bahkan pada 2009, Abduh menikmati terjadinya kenaikan permintaan mebel batik hingga 40%. Sayang, "Tahun ini turun. Saya hanya bisa menjual di bawah 10 unit per bulan," keluh Abduh. Penjualan mebel batik tidak seperti penjualan mebel lainnya. Abduh bilang, mebel batik belum banyak dikenal masyarakat, sehingga peminatnya juga tidak banyak. Agar mebel kayu lebih dikenal, Abduh kini giat memasarkan dan berpromosi melalui berbagai media, termasuk internet. Nah, gaya motif batik yang dipakai Abduh adalah motif batik solo. Soal harga, Abduh membanderol mulai dari Rp 1 juta hingga Rp 20 juta per unit. "Paling mahal adalah ranjang batik," terang Abduh. Dalam sebulan, pria asli Solo itu mengaku bisa mendulang omzet Rp 10 juta.Deretan nama lain yang menjadikan kayu sebagai media batik adalah Ahmad Helmy, Pengelola Kraton Furniture Batik yang juga ada di Yogyakarta. Sama dengan Abduh, Ahmad juga menggarap pasar mebel kayu batik. Ia memproduksi meja, kursi, lemari dan ranjang yang semuanya berbalut motif batik. Walaupun baru setahun, Ahmad ternyata sudah ahli dan menguasai proses membatik mebel. Ia bilang, untuk membatik mebel membutuhkan waktu dua sampai tiga minggu termasuk proses pewarnaan. Adapun untuk motif batik yang digunakan, Ahmad mengaku tidak terpaku pada penggunaan motif batik dari Jawa saja. Ia menguasai pembuatan motif batik kalimantan dan motif batik sumatra.Soal harga jual, Ahmad membanderol mebel batik itu mulai dari Rp 6 juta hingga Rp 8 juta per unitnya. "Untuk ukuran besar dan rumit, kami bisa menjualnya Rp 15 juta per unit," kata Ahmad.Soal omzet, dalam sebulan Ahmad hanya bisa menjual satu atau dua unit mebel per bulan dengan omzet Rp 8 juta-Rp 12 juta. Agar pasar tidak sepi, Ahmad rajin memasarkan produknya ke perhotelan, restoran, dan juga kolektor benda seni.Menurut Ahmad, minimnya penjualan mebel batik ini karena produk mebel batik belum sepopuler "saudara tuanya" yaitu kain batik. "Ini adalah tugas pembatik kayu untuk memperkenalkan mebel batik," jelas Ahmad, bersemangat. Walaupun belum populer, Ahmad yakin pasar mebel batik masih terbuka luas. Apalagi untuk sektor perhotelan, restoran, kafe, dan perkantoran. "Kelak produk ini dikenal. Karena itu, suatu ketika nanti mebel batik akan dicari orang," kata Ahmad, optimistis.Dengan promosi yang baik dan pemasaran yang efektif, Ahmad yakin, dalam dua tahun atau tiga tahun ke depan, mebel batik akan banyak digunakan oleh masyarakat di Indonesia. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Dan batik pun mengangkat harkat mebel kayu
Batik dikenal sebagai produk tradisional Indonesia yang sudah menjadi warisan dunia. Namun yang lebih dikenal dunia adalah kain batik. Padahal, ada satu lagi batik dengan kayu sebagai sarana. Batik kayu ini juga bisa menghasilkan fulus yang tak kecil bagi pembatiknya.Kreasi tradisional berupa kain batik bisa dibilang telah menjadi milik dunia. Namun batik yang dikenal dunia adalah batik yang melekat pada kain. Padahal, ada juga batik yang dilukis dengan manis di media kayu. Batik kayu ini juga tak kalah indahnya dengan batik tulis atau batik kain. Apalagi, kayu yang dibatik itu bukan sekadar kayu yang berupa lempengan papan atau balok kayu gelondongan. Sebab, kayu yang dibatik itu juga hasil kerajinan, seperti peralatan dapur, miniatur mobil, miniatur sepeda motor, gelang, meja, kursi, ranjang hingga lemari. Salah satu pembatik kayu yang sudah punya nama adalah Sudiman. Dia ini pemilik sanggar Cinta Batik di Bantul, Yogyakarta. Seperti pembatik dengan media kain, Sudiman juga menggunakan canting untuk membatik kayu yang sudah berupa pisau, piring, dan cermin. Pria yang mewarisi ilmu membatik dari orang tuanya itu mengaku sudah terbiasa membatik di atas kayu. Tak hanya itu, ia juga memiliki kemampuan untuk membatik di permukaan logam seperti pisau. "Tapi itu sesuai permintaan pelanggan," tutur Sudiman.Sudiman mengungkapkan, dia mulai membatik di kayu sejak dua tahun lalu. Ia menjual karyanya itu mulai dari harga Rp 6.000 hingga ada yang Rp 100.000. Ambil contoh, untuk sebuah pisau berukuran 1,5 cm x 8 cm yang sudah di batik pada bagian gagangnya dijual seharga Rp 6.000 per bilah. Sedangkan pisau yang berukuran 1,5 cm x 80 cm, yang lebih mirip samurai daripada pisau, dijual seharga Rp 100.000 per bilah. "Permintaan pisau ini biasanya datang dari kolektor benda seni," jelasnya. Soal motif, Sudiman menyediakan banyak pilihan. Namun ia menyerahkan pilihan motif itu kepada pelanggannya. Sejauh ini, permintaan pisau batik datang dari Jakarta, Surabaya, dan kota lain di Jawa. "Terkadang ada juga permintaan dari Malaysia," jelas Sudiman. Meskipun ada pemintaan, Sudiman mengaku peminat batik kayu dia belum massal. Sebab, produk kayu yang ia batik itu baru menyasar pasar kolektor benda-benda seni. "Setiap bulan permintaan saya hanya 150 bilah pisau dengan omzet Rp 7 juta per bulan," kata Sudiman. Namun, Sudiman masih bisa bernapas lega. Sebab saat musim liburan ada kenaikan permintaan pisau bergagang batik itu walau tidak banyak. Banyak kolektor benda seni biasanya datang ke Yogyakarta mencari pisau bergagang kayu yang sudah dibatik. Selain Sudiman, ada juga Muhammad Abduh, pemilik CV Anin Rumah Batik yang memproduksi produk kerajinan kayu jati batik. Salah satu produk andalannya itu adalah mebel batik atau furnitur batik.Abduh memulai usaha sejak 2007 silam, saat awal memulai usaha, ia sudah bisa menjual sekitar 10 unit mebel batik per bulan. Bahkan pada 2009, Abduh menikmati terjadinya kenaikan permintaan mebel batik hingga 40%. Sayang, "Tahun ini turun. Saya hanya bisa menjual di bawah 10 unit per bulan," keluh Abduh. Penjualan mebel batik tidak seperti penjualan mebel lainnya. Abduh bilang, mebel batik belum banyak dikenal masyarakat, sehingga peminatnya juga tidak banyak. Agar mebel kayu lebih dikenal, Abduh kini giat memasarkan dan berpromosi melalui berbagai media, termasuk internet. Nah, gaya motif batik yang dipakai Abduh adalah motif batik solo. Soal harga, Abduh membanderol mulai dari Rp 1 juta hingga Rp 20 juta per unit. "Paling mahal adalah ranjang batik," terang Abduh. Dalam sebulan, pria asli Solo itu mengaku bisa mendulang omzet Rp 10 juta.Deretan nama lain yang menjadikan kayu sebagai media batik adalah Ahmad Helmy, Pengelola Kraton Furniture Batik yang juga ada di Yogyakarta. Sama dengan Abduh, Ahmad juga menggarap pasar mebel kayu batik. Ia memproduksi meja, kursi, lemari dan ranjang yang semuanya berbalut motif batik. Walaupun baru setahun, Ahmad ternyata sudah ahli dan menguasai proses membatik mebel. Ia bilang, untuk membatik mebel membutuhkan waktu dua sampai tiga minggu termasuk proses pewarnaan. Adapun untuk motif batik yang digunakan, Ahmad mengaku tidak terpaku pada penggunaan motif batik dari Jawa saja. Ia menguasai pembuatan motif batik kalimantan dan motif batik sumatra.Soal harga jual, Ahmad membanderol mebel batik itu mulai dari Rp 6 juta hingga Rp 8 juta per unitnya. "Untuk ukuran besar dan rumit, kami bisa menjualnya Rp 15 juta per unit," kata Ahmad.Soal omzet, dalam sebulan Ahmad hanya bisa menjual satu atau dua unit mebel per bulan dengan omzet Rp 8 juta-Rp 12 juta. Agar pasar tidak sepi, Ahmad rajin memasarkan produknya ke perhotelan, restoran, dan juga kolektor benda seni.Menurut Ahmad, minimnya penjualan mebel batik ini karena produk mebel batik belum sepopuler "saudara tuanya" yaitu kain batik. "Ini adalah tugas pembatik kayu untuk memperkenalkan mebel batik," jelas Ahmad, bersemangat. Walaupun belum populer, Ahmad yakin pasar mebel batik masih terbuka luas. Apalagi untuk sektor perhotelan, restoran, kafe, dan perkantoran. "Kelak produk ini dikenal. Karena itu, suatu ketika nanti mebel batik akan dicari orang," kata Ahmad, optimistis.Dengan promosi yang baik dan pemasaran yang efektif, Ahmad yakin, dalam dua tahun atau tiga tahun ke depan, mebel batik akan banyak digunakan oleh masyarakat di Indonesia. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News