JAKARTA. Kendati masih abstrak duitnya, anggap saja program amnesti pajak (tax amnesty) merupakan hajatan besar. Itu sebabnya, pemerintah merangkul belasan bank dan manajer investasi, baik lokal maupun asing, dalam perhelatan ini. Tak pelak, jumlah bank penampungnya akan melejit, dari tujuh bank persepsi menjadi 18 bank. Pun keterlibatan perusahaan sekuritas dan manajer investasi. Robert Pakpahan, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, mengungkapkan, pemerintah telah memanggil 19 bank di kategori bank buku III dan IV untuk menjadi pengumpul dana repatriasi. Tapi hanya 18 bank yang bersedia.
Penunjukan ini akan dikukuhkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Tata Cara Pengalihan Harta Wajib Pajak ke Indonesia dan Penempatan ke Instrumen Investasi di Pasar Keuangan. PMK ini akan diumumkan pekan ini. Bank asing yang akan terlibat antara lain Citibank, UOB, dan Standard Chartered Bank. Mereka akan turut menampung dana repatriasi yang diperkirakan Rp 1.000 triliun. Keterlibatan bank asing dalam mengelola dana repatriasi hasil pengampunan pajak atau tax amnesty menuai kritik. Sejumlah kalangan menyayangkan kebijakan pemerintah tersebut. Dikhawatirkan, cara ini malah menghambat tujuan semula tax amnesty, yakni menarik dana ke sistem keuangan Indonesia dan meningkatkan basis perpajakan. "Ini juga terkait masalah rahasia data, apakah itu bisa dijaga," kata Anton Gunawan, kepala Ekonom Bank Mandiri, kemarin. Pengamat pajak Yustinus Prastowo juga menilai, pemerintah seharusnya jangan menunjuk bank asing mengelola dana repatriasi. Menurutnya akan lebih baik memberikan kepercayaan lebih dulu kepada bank pelat merah (BUMN) dan swasta nasional.