Dana asing masih ogah masuk meski suku bunga naik



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia 7-day reverse repo rate (BI 7-DRR) berakhir antiklimaks. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang diharapkan menguat setelah kenaikan itu justru melemah 0,56% ke level 5.783,31 kemarin.

Investor asing bahkan belum berhenti jualan. Kemarin, net sell asing tercatat mencapai Rp 689,35 miliar. Sepanjang Mei ini saja, jual bersih asing mencapai Rp 7,15 miliar. Bila dihitung sejak awal tahun, net sell asing sudah mencapai Rp 41,03 triliun.

Kepala Riset BNI Sekuritas Norico Gaman mengatakan, aksi jual asing masih terjadi lantaran ada yang tidak sinkron antara kebijakan yang diambil BI dengan hasil yang diharapkan. Kenaikan suku bunga idealnya dilakukan saat likuiditas pasar uang mengering.


Tapi, likuiditas rupiah sejatinya tidak mengering. "Jadi, BI menaikkan suku bunga untuk memberikan insentif kepada para investor sehingga kembali ke rupiah," jelas Norico, Jumat (18/5).

Tapi, investor tidak melihat seperti itu. Mereka berharap, kenaikan BI 7-DRR harusnya mampu menahan depresiasi rupiah. Ternyata tidak. Penguatan rupiah hanya sesaat.

Saat penutupan perdagangan kemarin, kurs spot rupiah bertengger di Rp 14.156 per dollar Amerika Serikat (AS). Padahal, pagi harinya masih di Rp 14.053 per dollar AS. "Asing tak mau investasinya tergerus karena basis investasinya rupiah," kata Norico.

Demi menghindari kerugian kurs lebih dalam, mereka ramai-ramai menarik dananya dari pasar saham. Ini yang menyebabkan net sell. Selain itu, masih ada sentimen rencana kenaikan suku bunga The Fed. Bila AS kembali menaikkan suku bunga, maka imbal hasil dari investasi di Indonesia akan mengecil.

Selama sentimen The Fed kuat, analis menilai dana asing sulit kembali. Kenaikan BI 7-DRRtidak serta-merta membuat investor asing kembali masuk. Investor asing juga mempertimbangkan yield di AS yang juga naik," kata Kevin Juido, Kepala Riset Paramitra Alfa Sekuritas.

Norico bilang, sekarang tinggal bagaimana pemerintah menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Ekonomi memang tumbuh pelan, tapi tidak menunjukkan tanda-tanda resesi. Dengan demikian, rupiah diharap bisa lebih stabil dan bergerak berdasarkan fundamental.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati