KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembayaran tagihan rafaksi minyak goreng kepada pelaku usaha distribusi/perusahaan peritel masih menunggu kejelasan aspek hukum. Kepala Divisi Perusahaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Achmad Maulizal mengonfirmasi, saat ini BPDPKS masih menanti hasil diskusi antara Kementerian Perdagangan (Kemendag) dengan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung soal persoalan tersebut. Achmad memastikan, BPDPKS telah menyiapkan dana yang diperlukan untuk membayar tagihan rafaksi minyak goreng kepada pelaku usaha distribusi/perusahaan ritel. “Sejak program insentif minyak goreng di jalankan BPDP sudah menyiapkan dananya sesuai arahan Komite Pengarah,” ujar Maulizal saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (16/4).
Januari 2022 lalu, pemerintah menerapkan kebijakan satu harga dengan mewajibkan pelaku usaha distribusi yang menjual minyak goreng kemasan kepada konsumen untuk melakukan penjualan senilai harga eceran tertinggi (HET), yakni Rp 14.000 per liter. Kebijakan ini dituangkan lewat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 Tahun 2022 yang diundangkan 19 Januari 2022 silam.
Baca Juga: Usai Lebaran, Petani Sawit Minta Pemerintah Kembali Merelaksasi DMO Migor Untuk menutup selisih antara HET kepada konsumen akhir dengan harga acuan keekonomian (HAK) yang ditanggung perusahaan peritel/distribusi, beleid tersebut menjamin bahwa pelaku usaha bakal mendapatkan dana pembiayaan penyediaan minyak goreng kemasan dari BPDPKS. Pasal 11 Permendag No. 3 Tahun 2022 menyebutkan, pembayaran dana pembiayaan minyak goreng kemasan oleh BPDPKS dilakukan paling lambat 17 hari kerja setelah kelengkapan dokumen pembayaran berdasarkan hasil verifikasi disampaikan ke BPDPKS. Hanya saja, kepastian soal pembayaran tagihan rafaksi kepada perusahaan ritel menjadi tidak jelas seturut terbitnya produk hukum baru, yakni Permendag Nomor 6 Tahun 2022 yang mencabut Permendag No. 3 Tahun 2022 pada 1 Februari 2022 lalu. Walhasil, tagihan rafaksi penyaluran minyak goreng yang dilakukan para pelaku usaha distribusi/perusahaan peritel selama periode 19-31 Januari 2022 belum dibayar setelah berselang lebih dari setahun.
Baca Juga: Inflasi Pangan, Bansos dan Impor Beras Menurut data Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), para peritel menombok sekitar Rp 344 miliar akibat persoalan ini. Tombokan tersebut ditanggung oleh sebanyak 31 perusahaan peritel anggota Aprindo yang secara kumulatif mengelola hingga ribuan toko ritel. Buntutnya, Aprindo menempuh sejumlah upaya untuk memperoleh pembayaran atas rafaksi. Beberapa ikhtiar yang telah dilakukan di antaranya melakukan audiensi secara formal maupun informal dari waktu ke waktu kepada Kementerian Perdagangan, BPDPKS Kantor Sekretariat Presiden (KSP), Komisi VI DPR RI, hingga berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo pada 27 Maret 2023 lalu. Isu ini pun pernah menjadi perhatian di Senayan. Dalam Rapat Kerja dengan Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan tertanggal 15 Maret 2023, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Sarmuji mempertanyakan isu pembayaran tagihan rafaksi minyak goreng yang berlarut-larut. “Kapan hari kami menerima (audiensi dengan Aprindo) dan saya yang memimpin audiensi itu. Mereka meminta, mereka sudah ditugaskan, seharusnya hak mereka juga dibayarkan,” kata Sarmuji, Sabtu (15/3).
Baca Juga: Tagihan Rafaksi Belum Dibayar, Aprindo Berencana Hentikan Pengadaan Minyak Goreng “Bukan apa-apa, nanti kalau suatu saat kita memerlukan mereka lagi, susah nanti. (Bisa-bisa) mereka enggak mau ditugaskan lagi,” imbuh Sarmuji. Zulkifli menyatakan bahwa pihaknya juga telah melakukan audiensi dengan pihak Aprindo untuk membahas persoalan ini. Hanya saja, pembayaran tagihan rafaksi belum dilakukan lantaran pertimbangan aspek hukum. “Saya tahu itu mesti dibayar karena dia (pelaku usaha ritel) udah keluar (uang) dan permendag itu ngatur bayar dia. Cuma sekarang permendagnya enggak ada, udah dibatalin,” terang pria yang akrab dengan sapaan Zulhas tersebut dalam Raker 15 Maret. “Memang kita ini kadang-kadang walaupun bener, kalau aturannya enggak ada itu terus takut,” kata dia.
Baca Juga: Kendalikan Inflasi Pangan Jelang Lebaran, Bapanas Dorong Pemda Gelar Operasi Pasar Saat ini, Aprindo tengah menimbang opsi mogok membeli/mengadakan minyak goreng dari produsen/pemasok minyak goreng dalam waktu dekat. “Itu pertama. Opsi lainnya bisa potong tagihan kepada supplier, bisa juga gugat (di) PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara),” ujar Ketua Umum Aprindo, Roy N. Mandey saat ditemui di Jakarta, Kamis (13/4). Roy mengaku belum bisa memastikan kapan kiranya Aprindo menempuh opsi-opsi di atas, semisal opsi-opsi tersebut jadi dilakukan. “(Opsi yang dikaji) akan berlaku otomatis berdasarkan perkembangan cepat atau lambatnya pemerintah dalam memberi respon, karena ini sudah setahun tiga bulan, dari Januari 31 2022 sampai 13 April, udah terlalu lama,” kata Roy.
Baca Juga: Jadi Episentrum Industri Minyak Sawit Dunia, Ini Tantangan Bagi Indonesia Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Isy Karim mengatakan bahwa Kemendag tengah dalam proses meminta pertimbangan hukum ke Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung atas hasil verifikasi surveyor permohonan pembayaran tagihan minyak goreng. “Hal tersebut diperlukan dalam rangka menjaga prinsip akuntabilitas dan good governance serta mengantisipasi potensi adanya konsekuensi hukum yang dapat terjadi di masa yang akan datang,” ujar Isy kepada Kontan.co.id, Jumat (14/4). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati