KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Januari 2018 lalu, Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat, realisasi belanja Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp 74,63 triliun. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemkeu Boediarso Teguh Widodo mengatakan, khusus penyaluran Dana Desa, hingga 19 Februari 2018 sebesar Rp 2,92 triliun untuk 98 daerah. Realisasi tersebut 24,4% dari pagu tahap pertama yang sebesar Rp 12 triliun. Namun, dari total yang telah disalurkan dari rekening kas umum daerah ke kas desa baru 35,62 miliar untuk 6 daerah, 216 desa. Menurut Boediarso, mayoritas dana desa tersebut masih terparkir di rekening kas umum daerah atau belum tersalurkan ke kas desa.
“Kendala yang dihadapi, pemda belum menyampaikan peraturan bupati atau peraturan walikota tentang tata cara pembagian dan ricinian dana desa untuk setiap desa,” kata Boediarso beberapa waktu lalu. Oleh karena itu, dalam rangka upaya percepatan, pihaknya telah lakukan workshop mengenai perhitungan dana desa. Khususnya ke 100 daerah prioritas penerima dana desa yang ditunjuk sebagai
pilot project. Pihaknya juga telah menyampaikan surat ke bupati dan walikota mengenai langkah percepatan penyaluran dana desa, baik dari rekening kas umum negara ke daerah, maupun daeri daerah ke desa. “Kami koordinasi dengan kemendagri, gubernur, bupati, walikota, untuk percepatan penyaluran dana desa. Dari 443 daerah, saat ini 403 daerah telah menyampaikan perda. 40 daerah belum menyampaikan,” jelasnya. Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menilai, kejadian ini merupakan kejadian berulang yang harus dibereskan secara segera. Oleh karena itu, butuh adanya pendampingan dari pemerintah pusat. “Kapasitas kepala desa memantau dan mendampingi terbatas sekali. Uang memang domainnya Kekeu, tapi di kabupaten ini terlemah dan ini domainnya Kemendagri. Begitu uang sudah di desa, terkait pembbangunan kemendes harus monitoring,” kata dia kepada KONTAN, Senin (26/2). Robert bilang, sanksi yang ada selama ini hanya uang ditahan dan dianggal SILPA. Hal ini terjadi di Ambon dan Morowali pada tahun lalu. Namun sebenarnya, daerah-daerah lain juga banyak yang demikian. “Ini sebenarnya dua hal. Pengawasan dan pembinaan. Bagaimana perkuat integritas dan memperkuat kapasitas. Di Jawa, pengetahuan sudah memadai. Terbantu mereka, mereka siapkan dokumen dan mempersiapkan kapasitas tata kelola tapi daerah-daerah lain masih di luar radar perhatian dari pemerintah pusat. Namun, di Asmat misalnya, bahkan untuk transfer di sana masih pakai karung,” ujarnya.
Oleh karena itu, menurut Robert, masih jauh apabila berbicara mengenai dampak dana desa kepada pembangunan di daerah terluar. Sebab, selama ini masalah masih ada pada penyaluran. “Efektivitas belanja juga belum bisa dibicarakan, apalagi efeknya,” ujarnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia