Dana FLPP tahun depan diusulkan Rp 13 triliun



JAKARTA. Pemerintah terus mendorong penyediaan perumahan bagi masyarakat berpengahasilan rendah (MBR). Tahun depan, kredit pemilikan rumah bersubsidi menggunakan skim Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) diusulkan sebesar Rp 13 triliun.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) Basuki Hadimuljono mengatakan, usulan kenaikan anggaran FLPP akan terus meningkat guna menutup backlog atau kebutuhan perumahan yang masih tinggi. "Tahun 2017 kami usulkan sekitar Rp 13 triliun, naik terus," kata Basuki, Rabu (3/8).

Dalam periode enam tahun terakhir, 2010 hingga Juni 2016, dana FLPP yang telah tersalurkan oleh Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) mencapai Rp 23,28 triliun. Rumah yang telah terbangun dengan skim tersebut tercatat sebanyak 444.605 unit.


Khusus untuk tahun 2016, penyerapan anggaran FLPP yang mencapai Rp 9,2 triliun hampir habis. Saat ini pemerintah tengah membuat skim baru berupa Subsidi Selisih Bunga (SSB) dengan anggaran mencapai Rp 2 triliun.

Selama setengah tahun ini Bank BTN telah menyalurkan dana FLPP untuk 5.321 unit, Bank BRI Syariah sebanyak 779 unit dan Bank Papua 279 unit. Sebaran realisasi penyaluran dana FLPP terbesar berada di Jawa Barat dengan jumlah 1.984 unit, Banten sebanyak 814 unit, Kalimantan Barat 408 unit, Jawa Timur 395 unit.

Jumlah bank yang telah menandatangani perjanjian kerjasama operasi (PKO) dengan PPDPP setiap tahun terus bertambah. Sampai dengan bulan Juni tahun ini setidaknya ada 24 bank yang telah menyalurkan KPR FLPP

Adapun selama enam tahun terakhir ini, tiga bank penyalur FLPP terbesar antara lain, Bank BTN dengan jumlah 396.620 unit atau sebesar 89,31%, Bank BTN Syariah sebanyak 27.342 unit atau 6,17%, dan Bank BRI Syariah sebanyak 7.462 unit atau 1,68%.

Backlog turun

Berdasarkan updating data tahun 2016 yang dipublikasikan oleh BPS, menunjukkan bahwa presentase rumah tangga yang menempati rumah milik sendiri telah meningkat dari 78% pada tahun 2010 menjadi 82,63% pada tahun 2016.

Dengan perhitungan tersebut, maka angka backlog kepemilikan rumah yang semula 13,5 juta pada tahun 2010 telah turun menjadi 11,4 juta unit rumah pada tahun 2015. Hal ini menunjukkan bila program penyediaan perumahan dengan subsidi ini telah berhasil.

Direktur Utama PPDPP Budi Hartono mengatakan, untuk semakin menambah jumlah rumah MBR yang dibangun, maka proporsi keterlibatan antara pemerintah dengan bank akan dirubah. Bila saat ini komposisinya 90%:10% lebih banyak dari Pemerintah, maka tahun depan diusulkan untuk dilakukan penyesuaian yakni sebesar 60%:40% mayoritas masih dari pemerintah.

Perubahan itu menurut Budi sudah saatnya lantaran faktor utama dari program perumahan ini yakni suku bunga Bank Indonesi juga telah turun dikisaran 6,5%. "Tetapi ini masih akan terus dilakukan pembahasan dengan pemangku kepentingan lain," kata Budi.

Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI), Eddy Hussy mengatakan, pihaknya sangat mendukung keterlibatan bank lebih banyak porsinya dalam program penyediaan rumah murah. "Semakin banyak bank yang ikut, maka jumlah unit yang akan terbangun juga semakin cepat," ujar Eddy.

Mantan Menteri Perumahan Rakyat yang juga anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Suharso Monoarfa mengatakan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyediaan perumahan murah. Diantaranya, untuk mengatasi backlog tersebut seharusnya dana yang digulirkan mencapai Rp 100 triliun.

Selain itu, jangka waktu yang diberikan untuk mengangsur diperpanjang hingga 30 tahun dari saat ini sebesar 20 tahun. Keterlibatan bank yang lebih besar juga perlu diterapkan, bahkan komposisinya mencapai 50%:50%.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia