Dana ganti rugi Lapindo terindikasi korupsi



JAKARTA. Sidang uji materi pasal 18 Undang Undang Nomor 4 Tahun 2012 tentang APBN-P yang menjadi dasar pengucuran uang negara untuk penanggulangan dampak semburan Lumpur Lapindo kembali disidangkan di Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini, Selasa (3/7).Taufik Budiman, kuasa hukum Tim Penyelamat APBN Korban Lapindo mengatakan, pihaknya sebagai pemohon dalam gugatan tersebut telah memenuhi seluruh hal yang diminta oleh majelis untuk disempurnakan dan diperbaiki dalam sidang perdana pertengahan bulan lalu.Bahkan lebih dari itu dalam perbaikan tersebut, Taufik menyebut adanya temuan dugaan unsur pidana korupsi yang terjadi dalam kasus tersebut. "Yakni adanya upaya terstruktur dan terencana dari sekelompok orang untuk mengambil uang negara dengan menerbitkan UU 4/2012 tentang APBNP 2012 yang menjadi dasar pemberian dana APBN untuk penanggulangan kasus Lapindo," katanya di Jakarta, Senin (2/7). Menurutnya, penggunaan keuangan negara dalam APBN untuk membiayai kegiatan sekelompk orang orang adalah merupakan tindakan kekuasaan yang sewenang-wenang (arbitrary power) atau penyalahgunaan kekuasaan (misuse of power) yang bertentangan dengan prinsip negara hukum.Taufik menjelaskan saat ini PT Lapindo Brantas.Inc, secara tidak langsung telah mengakui semburan tersebut merupakan kesalahan mereka. Yakni, dengan melakukan ganti rugi terhadap warga di areal peta terdampak hingga saat ini.Jika logika ini tepat, maka seharusnya sesuai dengan prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) yang diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolalan Lingkungan Hidup, dimana seluruh areal yang terkena dampak semburan itu merupakan tanggung jawab Lapindo Brantas.Tapi, belakangan melalui proses politik di Senayan, terbentuklah UU APBN tersebut dengan mengkondisikan bahwa menganggap semburan lumpur Lapindo merupakan bencana sebagai jalan mengeluarkan bantuan dari negara kepada para korban.Taufik memaparkan, hasilnya selain membebankan tanggung jawab kesalahan sekelompok orang kepada negara, keikut sertaan pemerintah dalam membiayai kasus tersebut membuat pertanyaan apa penyebab semburan itu dan siapa yang bersalah menjadi kabur. Karena itulah, Taufik berharap majelis hakim MK menyampaikan dugaan indikasi pidana ini kepada KPK sebagaimana diatur dalam peraturan beracara di MK.Nah, berdasarkan ketentun pasal 16 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor: 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang, Tim Penyelamat APBN Korban Lapindo memohon MK dapat memberitahukan kepada pihak yang berwenang cq. Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) untuk menindaklanjuti adanya dugaan tindak pidana dalam pembentukan undang undang tersebut. Sebelumnya, permohonan pengajuan peninjauan ulang tersebut dilayangkan Taufik dan kawan-kawan Selasa (29/5) lalu bertepatan dengan peringatan enam tahun semburan lumpur tersebut. Namun pihak MK secara resmi menerima berkas laporan itu Kamis (7/6) dengan nomor registrasi perkara 53/PUU-X/2012. Sejumlah tokoh yang tergabung dalam pemohon gugatan antara lain Letjen (purn) Suharto, Tjuk Kasturi Sukiadi dan Ali Azhar Akbar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Dadan M. Ramdan