KONTAN.CO.ID - BUNGO. Catatan-catatan kecil terpampang di sebuah papan tulis berwarna putih di kediaman yang bersahaja M Shofwan, Sekretaris Dusun Sungai Telang dan Ketua Forum Komunikasi Hutan Berbasis Masyarakat Bujang Raba, di Sungai Telang, Bathin III Ulu, Bungo Jambi medio Maret kemarin. Tercatat tulisan peruntukan dana karbon Dusun Sungai Telang 2023. Ada beragam usulan dana karbon tersebut bakal dipakai untuk apa saja. Mulai dari program sembako hingga dana untuk menjaga hutan lindung Bukit Panjang Rantau Bayur atau Bujang Raba.
“Kami semalam habis membahas dengan warga untuk apa saja dana karbon pada tahun ini,” kata M Shofwan, kepada tim KONTAN belum lama ini. Nanti usulan tersebut bakal diserahkan ke Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, sebagai koordinator pemberian dana jasa lingkungan dari hasil pelestarian hutan lindung desa Bujang Raba. Dusun Sungai Telang sendiri adalah salah satu dari lima dusun yang mendapat mandat menjaga hutan lindung desa Bujang Raba yang mempunyai cakupan luas hutan inti 5.336 hektare. Dusun lainya adalah Lubuk Beringin, Laman Panjang, Buat dan Senamat Ulu yang berada di Kecamatan Bathin III Ulu, Kabupaten Bungo, Jambi. Rupanya dari melestarikan hutan, masyarkat di lima dusun itu tidak hanya merasakan lingkungan sekitar terjaga dari bencana, seperti banjir. Tetapi mereka juga mendapat berkah lainnya yakni dana karbon atau imbal jasa lingkungan dari keberhasilan menjaga tutupan hutan tidak berkurang secuil pun. Alhasil, karbon di udara bisa tersimpan dalam bentuk stok karbon alam dan tidak dilepas ke udara. Sudah sejak 2018 Koordinator Program Komunitas Konservasi Indonesia Warsi, Emmy Primadona menjelaskan, penyimpanan karbon di dalam kawasan hutan inilah yang menjadi nilai tambah Hutan Bujang Raba. Transaksi perdana karbon dari Bujang Raba berlangsung sejak 2018 lalu. Melalui skema pasar karbon sukarela, hasil peyimpanan karbon dihutan Bujang Raba dibeli oleh sebuah institusi dari Swedia lewat Zeromission. Pada tahun 2020 Hutan Lindung Bujang Raba mengumpulkan dana karbon yang cukup besar yakni senilai Rp 1 miliar. "Dana yang terkumpul ini dibagi untuk desa yang mengelola Hutan Lindung Bujang Raba. Sebetulnya masyarakat sudah mendapat dana imbal karbon dari 2019 tapi masih kecil dan belum stabil, 2019 mulai mendapat Rp 350 juta, hinga mulai stabil di 2020. Dan di 2023 ini kita akan mendapat dana imbal karbon lagi," kata Emy belum lama ini. Melalui diskusi dengan masyarakat, dana karbon itu disebut Emy dibelikan paket sembako, kebutuhan pembangunan sarana publik, dan dana operasional kelompok Pengelola Hutan Desa. Sementara atas permintaan pemuda, juga dibangun sarana olahraga dan perlengkapan sekretariat pengelola hutan seperti perangkat GPS, laptop dan printer. Tidak hanya itu, dana imbal jasa karbon juga digunakan untuk merenovasi masjid di semua desa, yang terlibat menjaga hutan lindung Bujang Raba. "Dengan bantuan ini, cukup membantu perekonomian masyarakat dan pembangunan desa," kata Emmy. Jarimi, Ketua Lembaga Pengelolaan Hutan Desa, Dusun Senamat Ulu mengatakan, kelima desa mendapatkan masing-masing dana imbal hasil karbon sekitar Rp 200 juta. Uang tersebut disebut Jarimi dikelola oleh lembaga desa masing-masing, dan dimanfaatkan untuk pembelian paket sembako, santunan anak-anak yatim, sunatan anak-anak, pembangunan sarana publik hingga operasional pengelolaan hutan, juga disalurkan untuk yang lainnya tergantung dari kesepakatan masing-masing desa. "itu terasa lah untuk masyarakat. Apalagi pas bulan puasa, dan pandemi covid itu paket sembako cukup menyentuh lah untuk masyarakat," ujar Jarimi. M Shofwan, menambahkan, bahwa program perhutanan sosial membuat masyarakat di lima desa berhasil meningkatkan perekonomian dan kesadaran untuk menjaga hutan yang memberikan manfaat nyata. "Banyak nilai positif yang didapatkan masyarakat dari menjaga hutan, salah satunya sekarang kami bergiat di bidang pariwisata. Sejak adanya hutan desa sampai saat ini masyarakat sudah merasakan bagaimana sentral wisata orang larinya kesini ke Bujang Raba," ujar Shofwan.
Pada kesempatan berbeda, Muhamad Aljupri, Kepala Desa (Rio) Lubuk Beringin mengakui, banyak kegiatan desa yang pihaknya dukung dari dana imbal hasil karbon. Salah satu contohnya, seperti bantuan sarana olahraga, bantuan infrastruktur seperti pembuatan irigasi sawah, dan pembangunan jembatan di desa yang biasa di singkat Luber itu. "Tapi untuk ke arah ekonomi ada lagi, yakni kebun desa. Masyarakat bisa menghasilkan komoditi seperti karet, selebihnya buah-buahan, dan ada juga jernang. Tapi sekarang ini sudah banyak masyarakat bertani ke arah sawit, karena trend sekarang ini sawit itu menarik, tetapi tidak mengganggu hutan desa," katanya. Kesuksesan warga lokal dalam menjaga hutan adalah potret kecil dalam isu konservasi berbasis pemberdayaan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Markus Sumartomjon