KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Produk reksadana
exchange traded fund (ETF) masih belum populer di banyak kalangan investor ritel. Salah satu tantangan produk ETF adalah masih kurangnya literasi terkait reksadana ETF. Pada tahun 2018, total dana kelolaan atau
asset under management (AUM) ETF hanya sebesar Rp 12 triliun dengan total 24 ETF yang diterbitkan oleh 8 manajer investasi (MI). Sementara pada Oktober 2023, AUM ETF mencapai Rp 17 triliun dengan total 50 ETF yang diterbitkan oleh 22 manajer investasi. Artinya dana kelolaan hanya meningkat 41,67% saat total produk ETF meningkat 108% pada periode yang sama.
“Tantangan tersebut termasuk minimnya pemahaman investor ritel terkait produk ETF dan kurangnya kesadaran akan keunggulan indeks dalam mencapai kinerja yang stabil,” kata CEO Pinnacle Investment Indonesia Guntur Putra kepada Kontan.co.id, Jumat (24/11). Guntur mengamati, investor ritel di periode beberapa tahun belakangan ini lebih tergiur untuk berinvestasi di kripto aset-aset berisiko lainnya dan banyak yang menjadi kategori investasi bodong. Oleh karenanya, edukasi terus diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan investor dan mendorong peningkatan penyerapan pasar.
Baca Juga: Reksadana Pendapatan Tetap dan Pasar Uang Jadi Primadona “Kami sebagai salah satu pionir ETF di Indonesia menilai industri ETF Indonesia masih termasuk dalam kategori
early stage. Industri reksadana ETF indeks memiliki peluang besar di pasar keuangan Indonesia,” tambah Guntur. Direktur Utama KISI Asset Management (KISI AM) Mustofa melihat, tantangan dari industri reksadana ETF yakni partisipasi investor yang masih relatif rendah. Padahal, kehadiran reksadana ETF di Indonesia sudah cukup lama. “Walaupun sudah ada beberapa tahun lalu (reksadana ETF), kami lihat pasar masih kurang sosialisasi,” ungkap Mustofa di Bursa Efek Indonesia, Jumat (24/11). Oleh karena itu, Mustofa berujar, KISI AM tidak akan menunggu pasar Indonesia saja tapi juga menjajaki pasar global. Hal tersebut sejalan dengan langkah KISI AM menerbitkan produk KISI IDX30 ETF pada hari ini, Jumat, 24 November 2023.
Baca Juga: Ada Gelaran Pemilu, Aset Investasi Apa yang Bisa Dilirik pada Tahun 2024? Sebagai informasi, reksadana ETF yang mengikuti pergerakan indeks sebagai acuan membuat kinerjanya jauh lebih terukur, baik secara tingkat pengembalian ataupun risiko. Transaksi juga lebih transparan karena diperdagangkan layaknya saham. Reksadana ETF sejauh ini lebih banyak dimiliki oleh institusi ketimbang investor ritel. Salah satu alasannya kemungkinan investor lebih senang memilih langsung terhadap saham tertentu. Indeks yang biasanya populer menjadi acuan adalah indeks LQ45, indeks IDX30 atau juga indeks Sri-Kehati. Maka tak heran, reksadana indeks ETF biasanya dominan berisi aset-aset saham dan hanya sedikit aset berupa surat utang. Di sepanjang tahun ini, kinerja indeks acuan memang tidak begitu positif. Misalnya indeks IDX30 yang mengalami koreksi sekitar 1,96% atau indeks LQ45 yang koreksi 1,31% hingga Jumat (24/11). Sementara IHSG bisa positif dengan
return sekitar 2,32% YtD dan Indeks Sri Kehati cetak
return 2.02%. Baca Juga:
Taktik Menata Portofolio Investasi di Tahun Politik Walaupun demikian, baik buruknya kinerja reksadana ini tidak diukur dari seberapa besar imbal hasil
(return) yang dihasilkan ataupun dari seberapa kecil risiko fluktuasi harga. Namun dari selisih antara kinerja reksadana dengan indeks acuan. Jadi, sekalipun kinerja reksadana indeks tersebut lebih tinggi ketimbang acuannya dan selisihnya besar, kinerjanya tetap kurang baik. Manajer Investasi akan memilih saham atau obligasi yang berada di dalam indeks acuan tersebut.
Direktur Panin Asset Management (Panin AM) Rudiyanto menjelaskan, indeks populer seperti IDX LQ45 atau IDX30 yang diisi saham-saham berkapitalisasi besar utamanya lebih dipengaruhi oleh pergerakan asing. Jika asing
net buy sentimen positif bagi indeks, namun apabila asing melakukan aksi
net sell maka tidak cukup bagus. Adapun Panin AM hanya mengelola satu produk ETF yakni Reksadana Indeks Panin ETF IDX30 Dinamis. Oleh karena itu, pergerakan produk ETF Panin AM sangat bergantung pada aliran dana asing. CEO Pinnacle Investment Indonesia Guntur Putra Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati