KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investasi Lembaga Pengelola Investasi alias Indonesia Investment Authority (INA) terus berjalan. Saat ini, total dana kelolaan alias
asset under management (AUM) INA sudah mencapai US$ 28,5 miliar. Jumlah AUM tersebut berasal dari investasi yang telah digelontorkan INA dan partner di Mitratel dan Proyek Jalan Tol Trans Jawa (JTTJ). “
Overall adalah AUM (US$) 28.5 billion tadi, sudah keluar untuk JTTJ dan Mitratel,” ujar Juru Bicara INA, Masyita Crystallin kepada Kontan.co.id (20/9).
Baca Juga: INA Buka Suara Soal Proyek Pengembangan Blok Masela Saat ini, INA bersama beberapa partner, yakni GIC, ADIA, dan ADG telah membenamkan investasi jutaan dolar Amerika Serikat (AS) di Mitratel dengan rincian investasi INA US$ 220 juta, GIC US$ 260 juta, ADIA US$ 200 juta, dan ADG US$ 100 juta ke saham Mitratel. Seturut investasi tersebut, entitas yang dimiliki INA, PT Maleo Investasi Indonesia sudah menggenggam 4.495.952.600 saham Mitratel atau setara 5,38%. Selain Mitratel, INA bersama beberapa partner, yakni CDPQ, APG, ADIA, juga telah membenamkan investasi Rp 5,8 triliun untuk proyek JTTJ. Seperti diketahui, INA melalui anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki oleh INA, yaitu PT Rafflesia Investasi Indonesia (RII) dan PT Abhinaya Investasi Indonesia (AII), telah menandatangani Kesepakatan Penyelesaian Transaksi PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) beserta anak perusahaannya PT Waskita Toll Road (WTR), untuk 2 (dua) ruas Jalan Tol Trans Jawa, yakni Tol Kanci – Pejagan dan Tol Pejagan – Pemalang. Penandatanganan Kesepakatan Penyelesaian Transaksi ini merupakan tindak lanjut dari penandatanganan Konfirmasi Dimulainya Transaksi (
Confirmation of Transaction Commencement / CTC) antara kedua belah pihak yang disaksikan langsung oleh Presiden Joko Widodo pada bulan April lalu. Ke depan, INA masih akan berinvestasi di sejumlah sektor. Saat ini, INA bersama sejumlah partner sudah menyiapkan dana miliar dolar AS untuk berinvestasi ke proyek-proyek di sejumlah sektor ke depan. Misalnya saja DP World. Partner INA tersebut siap “transfer” US$ 7,5 miliar untuk investasi di sektor pelabuhan dan Maritim. Dana tersebut akan “ditransfer” ke INA apabila sudah ada proyek yang sudah fix akan didanai kelak.
Baca Juga: INA Tanam Investasi di 2 Ruas Tol Trans Jawa Milik Waskita Senilai Rp 5,8 Triliun Berikutnya, SRF juga siap menyalurkan US$ 3 miliar untuk investasi di sektor healthcare dan digital. Selain DP World dan SRF, masih terdapat partner-partner lain seperti ADG dan lain-lain yang juga siap menyalurkan investasi miliaran dolar AS untuk investasi-investasi ke depan. Di sisi lain, INA juga memiliki modal awal alias initial capital dari pemerintah. Dahulu jumlahnya US$ 5 miliar, namun angka tersebut sudah berkurang seturut realisasi investasi INA ke Mitratel dan Proyek JTTJ. Masyita masih enggan merinci proyek mana saja yang dibidik oleh INA ke depannya. Yang terang, INA memiliki 3 kriteria dalam memilah-memilah proyek untuk berinvestasi. Pertama, proyek harus bersifat komersial, memberikan optimum return ke investor maupun investee. Kedua, proyek berdampak pada pembangunan ekonomi Indonesia secara jangka panjang. Ketiga, proyek membawa nilai tambah atau
added value pada proyek yang dipilih, misalnya nilai tambah berupa global network, global expertise, perbaikan GCG atau ESG. “Sesuai prinsip investasi, INA tidak bisa memberitahukan apapun (termasuk nama proyek ke depan yang menjadi sasaran investasi sampai deals benar-benar
closed,” tutur Masyita. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, INA harus bisa menggaet investasi untuk masuk ke segmen-segmen yang secara finansial sulit, sehingga butuh jaminan dari negara.
Baca Juga: INA dengan SRF China Tekan Kerja Sama Investasi di Indonesia “Jadi harus mulai dilakukan semacam rekapitulasi mana investasi-investasi yang selama ini sulit sekali dikerjakan oleh BUMN atau keterlibatan swastanya relatif kecil, yang pendananya misalnya masih relatif sedikit, itu harus ada semacam kategorisasi mana yang bisa dikerjaan dengan SWF(
Sovereign Wealth Funds) INA,” tutur Bhima saat dihubungi Kontan.co.id (20/9). Adapun segmen yang dimaksud Bhima misalnya saja proyek jalan tol dengan
internal rate of return (IRR) kecil. “Ada lagi misalnya untuk pengembangan pelabuhan di Indonesia Bagian Timur. Itu untuk membantu Pelindo, INA yang seharusnya menjadi panglima di depan, untuk menarik investasi-investasi terutama investasi SWF juga dari negara-negara lainnya,” imbuh Bhima. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto