KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dana kelolaan atawa
asset under management (AUM) industri reksadana diperkirakan naik lebih tinggi pada 2021 ketimbang tahun lalu. Kondisi pasar keuangan yang lebih baik pada tahun ini menjadi salah satu penopang. Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana memproyeksikan AUM industri reksadana di tahun ini berpotensi naik 10% ke Rp 600 triliun. Wawan juga mengapresiasi perkembangan industri reksadana karena jumlah investor reksadana dari 1 juta di 2019 menjadi sekitar 3 juta di 2020. "Dulu kalau proyeksikan jumlah investor reksadana ke 5 juta itu jauh sekali, tetapi sekarang jadi jauh lebih mungkin terjadi," kata Wawan yang optimistis jumlah investor reksadana tumbuh ke 5 juta hingga 6 juta di tahun ini.
Pada tahun lalu, dana kelolaan reksadana meningkat karena ditopang oleh reksadana pasar uang. Berdasarkan data Infovesta Utama, total AUM industri reksadana tanpa reksadana penyertaan terbatas dan denominasi dolar AS mencapai Rp 552,27 triliun di sepanjang 2020. Jumlah tersebut naik 3,79% dari posisi tahun lalu yang sebesar Rp 532,13 triliun. Baca Juga:
Begini strategi investor kawakan di tengah masa pemulihan 2021 Wawan menilai, pertumbuhan AUM tersebut sudah cukup baik di tengah pandemi Covid-19. Apalagi, AUM berhasil tumbuh 19,7% setelah anjlok 10% di Maret yang menjadi posisi terendah di Rp 461,29 triliun. Jenis reksadana yang naik tertinggi dan menyokong pertumbuhan AUM adalah reksadana pasar uang. Reksadana ini tumbuh 35% secara tahunan dengan AUM mencapai Rp 92,54 triliun. Pertumbuhan AUM reksadana pasar uang jadi yang paling tinggi karena risiko pasar keuangan selama pandemi meningkat. Alhasil, preferensi investor cenderung fokus ke reksadana pasar uang yang risikonya paling rendah atau aman. Sementara, pertumbuhan dana kelolaan kedua tertinggi berasal dari reksadana
exchanged traded fund (ETF) yang mayoritas memiliki aset saham. AUM reksadana ini tumbuh 13,9% secara tahunan menjadi Rp 16,17 triliun. Wawan melihat investor yang masih ingin memegang saham selama setahun kemarin, cenderung masuk ke reksadana ETF yang kinerjanya mengikuti indeks dan jauh lebih terukur daripada reksadana saham.
Baca Juga: Simak rekomendasi saham UNTR, BJBR, dan INKP untuk Selasa (12/1) Berbeda sekali dengan AUM reksadana saham yang tercatat turun 7,73% secara tahunan menjadi Rp 126 triliun. Begitu pun AUM reksadana campuran menurun lebih dalam 12,68% menjadi Rp 26,27 triliun. Meski dana kelolaan reksadana berbasis saham menurun, Wawan mengamati unit penyertaan reksadana tersebut masih naik. Itu berarti, penurunan AUM di reksadana berbasis saham memang disebabkan oleh penurunan nilai aset bukan aksi jual
(redemption) investor. "Karena kinerja reksadana berbasis saham sempat anjlok dalam, investor justru masuk saat harga lebih murah,
nanggung kalau dijual malah merealisasikan rugi, sehingga masih
net subs," kata Wawan.
Sedangkan, reksadana pendapatan tetap turut menyumbang pertumbuhan dengan catatkan kenaikan AUM sebesar 11% secara tahunan menjadi Rp 126 triliun. Namun, reksadana AUM reksadana terproteksi tercatat turun 2,98% menjadi Rp 137,4 triliun. Wawan mengamati penurunan AUM reksadana ini disebabkan menurunnya penerbitan obligasi korporasi baru akibat tekanan ekonomi pandemi. "Reksadana terproteksi yang jatuh tempo tidak terbitkan produk baru lagi, MI sulit cari aset obligasi korporasi saat pandemi," kata Wawan.
Baca Juga: Saham-saham farmasi melesat karena euforia, investor perlu hati-hati Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati