Dana kelolaan reksadana syariah sulit menanjak



JAKARTA. Industri reksadana syariah sulit merangkak naik. Per 10 September tahun ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK)  mencatat, dana kelolaan reksadana syariah senilai Rp 9,37 triliun. Jumlah ini turun 0,64% daripada posisi akhir tahun lalu sebesar Rp 9,43 triliun.

Padahal total dana kelolaan reksadana justru menanjak. Per 10 September 2014, total dana kelolaan industri reksadana Rp 214,49 triliun, atau tumbuh 11% ketimbang posisi Desember 2013 yang senilai Rp 192,54 triliun.

Analis Infovesta Utama Viliawati memperkirakan, biang kerok penurunan dana kelolaan reksadana syariah adalah menyusutnya unit penyertaan (UP) pada beberapa jenis reksadana, khususnya terproteksi dan reksadana indeks.  UP reksadana terproteksi turun lantaran ada beberapa reksadana yang jatuh tempo  tahun ini. "Sementara dana yang diperoleh dari penerbitan reksadana terproteksi baru di tahun ini belum mampu menyamai nilai reksadana yang jatuh tempo," ujar Viliawati, akhir pekan lalu.


Hingga 12 Agustus 2014, ada sembilan reksadana syariah yang memperoleh pernyataan efektif pembubaran OJK, termasuk reksadana terproteksi. Kesembilan produk itu adalah Mandiri Saham Syariah Atraktif, Mandiri Komoditas Syariah Plus, Mega Dana Syariah. Kemudian Danareksa Proteksi Melati Optima Syariah, Syariah Batasa Kombinasi, dan Syariah Batasa Sukuk. Selanjutnya IPB-Syariah, Mandiri Protected Smart Syariah Seri 1 dan Mandiri Protected Smart Syariah Seri 2.

Melambatnya pertumbuhan industri reksadana syariah, menurut Vilia, lantaran jumlah produk masih terbatas. Sehingga, pilihan investor lebih terbatas dibandingkan reksadana konvensional. "Serta perlunya sosialisasi produk yang konsisten dalam mengenalkan produk syariah kepada calon investor," tutur dia.

Kepala Pengawas Pasar Modal OJK, Nurhaida sebelumnya mengatakan, penurunan dana kelolaan reksadana karena investor cenderung memilih investasi langsung seperti di surat utang syariah atau sukuk ketimbang reksadana. Selain itu, berkurangnya dana kelolaan berasal dari penurunan nilai portofolio yang menjadi aset dasar reksadana syariah. "Dan bisa juga disebabkan redemption oleh investor," kata dia.

Kepala Departemen Pasar Modal 2A OJK Fakhri Hilmi mengatakan, penurunan dana kelolaan karena ada pembubaran reksadana syariah. "Sehingga secara agregat dana kelolaan menurun," ujar dia.

Rudiyanto, Head of Operation and Business Development Panin Asset Management, memperkirakan berkurangnya dana kelolaan reksadana syariah karena investor profit taking.

Pertumbuhan dana kelolaan reksadana syariah tak seagresif konvensional karena masyarakat masih beranggapan reksadana syariah merupakan produk khusus untuk muslim. "Upaya pemasaran reksadana juga tak seagresif reksadana konvensional," kata dia.

Selain itu, produk reksadana syariah tidak ada yang spesial. Bahkan sebagian besar investor konvensional menganggap pembatasan terhadap alokasi aset dasar sebagai faktor yang menghambat kinerja reksadana syariah. "Misalnya, reksadana syariah  tak bisa investasi di sektor perbankan. Padahal bank merupakan sektor terbesar pada saham Indonesia," ujar Rudiyanto.

Menurut dia, dana kelolaan reksadana syariah milik Panin Asset Management justru meningkat. Dana kolaan Panin Dana Syariah Berimbang, misalnya, naik dari Rp 43 miliar di akhir 2013 menjadi Rp 70 miliar per akhir Agustus 2014. Demikian pula dana kelolaan Panin Dana Syariah Saham yang naik dari Rp 210 miliar menjadi Rp 380 miliar.

Kendati demikian, Vilia mengatakan prospek sejumlah produk reksadana syariah masih menarik. Dia memperkirakan, reksadana syariah berbasis saham akan memberikan kinerja yang lebih tinggi dibandingkan jenis reksadana syariah lain di akhir tahun. "Kinerja reksadana saham syariah ditopang kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang lebih baik di tahun ini," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sandy Baskoro