Dana kelolaan reksadana syariah susut 2,10%



JAKARTA. Industri reksadana syariah tertinggal sepanjang tahun. Infovesta Utama mencatat dana kelolaan reksadana syariah turun 2,10% menjadi Rp 11,52 triliun pada November 2015 dari Rp 11,77 triliun pada akhir 2014 lalu.

Penurunan dipicu anjloknya dana kelolaan reksadana saham syariah dari Rp 6,59 triliun di akhir 2014 menjadi Rp 5,58 triliun.

Selain itu, dana kelolaan reksadana terproteksi syariah juga turun dari Rp 1,67 triliun menjadi Rp 1,52 triliun pada periode yang sama.


Sedangkan reksadana syariah jenis lainnya mengalami kenaikan. Seperti, dana kelolaan reksadana syariah pasar uang naik dari Rp 732 miliar menjadi Rp 1,11 triliun. Kemudian, reksadana syariah campuran naik dari Rp 1,76 triliun menjadi Rp 1,83 triliun.

Dana kelolaan reksadana pendapatan tetap naik dari Rp 376 miliar menjadi Rp 585 miliar.

Demikian juga dengan dana kelolaan reksadana syariah indeks yang naik dari Rp 150 miliar menjadi Rp 220 miliar. Serta dana kelolaan exchange traded fund (ETF) syariah yang naik dari Rp 482 miliar menjadi Rp 637 miliar.

Analis Infovesta Utama Mark Prawirodidjojo mengatakan penurunan tersebut disebabkan oleh tekanan pasar saham yang menjadi underlying reksadana syariah saham. Dimana, Jakarta Islamic Index (JII) mengalami penurunan kinerja 16,10% pada periode yang sama.

"Di sisi lain, investor masih masuk ke reksadana syariah yang ditunjukkkan oleh bertambahnya total unit penyertaan 20,36%," ujar Mark, akhir pekan lalu.

Kinerja minus

Tekanan pasar saham juga menyeret kinerja reksadana saham syariah. Infovesta mencatat instrumen tersebut minus 20,49% secara year to date (YTD) 16 Desember 2014.

Tak hanya itu, reksadana campuran syariah juga tercatat minus 11,74%. Adapun reksadana pendapatan tetap syariah berkinerja 2,34%.

Kendati demikian, Mark memperkirakan kinerja reksadana syariah masih bisa sedikit terkerek hingga akhir tahun. Penopangnya, kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat, Fed rate yang direspon positif oleh pasar serta adanya window dressing di akhir tahun.

Selain itu, suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI rate yang diperkirakan akan dipertahankan di level 7,5% juga akan menopang positifnya pasar modal.

"Laju inflasi yang masih terjaga di bawah target BI 4%±1% akan membantu menjaga kestabilan pasar dan menopang kinerja reksadana," kata Mark.

Untuk tahun 2016 mendatang, Mark meramal kondisi ekonomi Indonesia yang lebih baik dari 2015 akan turut mendukung pertumbuhan kinerja reksadana syariah. Berbagai kebijakan pemerintah hingga jilid VII di Desember 2015 dan masih akan ada berbagai kebijakan lain akan menopang pertumbuhan ekonomi.

"Langkah-langkah yang dilakukan BI, seperti kerja sama BCSA (bilateral currency swpp arrangement) dengan Bank Sentral Australia juga dapat membantu menopang kondisi ekonomi Indonesia," tambah Mark.

Menurut Mark, reksadana saham syariah tahun depan berpotesi membagikan return paling tinggi mencapai 11% hingga 16%. Untuk return reksadana syariah campuran dan reksadana syariah pendapatan tetap masing-masing diperkirakan 10% hingga 14% dan 7% hingga 8%.

"Namun serupa dengan reksa dana konvensional, investasi pada reksadana syariah merupakan investasi jangka panjang sesuai likuiditas dan profil risiko masing-masing investor," ujar Mark.

Senada, Direktur Bahana TCW Investment Management Soni Wibowo mengatakan investor harus memiliki longterm investment horizon. Dengan demikian, investor tidak perlu memikirkan volatilitas dan likuiditas harian.

"Mengenai aset kelas, investor bisa masuk tergantung risk preference," ujar Soni. Dia menambahkan, reksadana pendapatan tetap syariah bisa menjadi pilihan investor di tengah fluktuasi pasar saat ini.

Sedangkan Rudiyanto menyarankan investor berinvestasi sesuai tujuan keuangan. Menurut dia, investor bisa masuk ke reksadana saham syariah apabila memiliki tujuan investasi di atas lima tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri