KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dana kelolaan reksadana terproteksi masih turun turun akibat tren kenaikan suku bunga dan inflasi yang tinggi. Menurut data Infovesta Utama, total dana kelolaan atawa asset under management (AUM) reksadana terproteksi pada bulan Oktober 2022 sebesar Rp 97,82 triliun. Total dana kelolaan ini turun 5,20% jika dibandingkan Rp 103,19 triliun pada akhir tahun 2021. Vice President Head of Sales, Marketing & Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan reksadana terproteksi masih menarik dari sisi imbal hasil. Tapi minat dari investor institusi berkurang mengingat sudah tidak ada insentif pajak. Sehingga memegang obligasi langsung bisa lebih efisien daripada memegang reksadana terproteksi. "Kecuali memang fund managernya mendapatkan obligasi yang menarik dan dipotong management fee masih memberikan imbal hasil yang kompetitif. Bagi retail, proteksi juga menarik. Namun, batasan datang dari penerbitan obligasi yang dituntut kupon yang tinggi sehingga membuat emiten menunda," kata Wawan kepada Kontan.co.id beberapa waktu lalu.
Dana Kelolaan Reksadana Terproteksi Terus Berkurang
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dana kelolaan reksadana terproteksi masih turun turun akibat tren kenaikan suku bunga dan inflasi yang tinggi. Menurut data Infovesta Utama, total dana kelolaan atawa asset under management (AUM) reksadana terproteksi pada bulan Oktober 2022 sebesar Rp 97,82 triliun. Total dana kelolaan ini turun 5,20% jika dibandingkan Rp 103,19 triliun pada akhir tahun 2021. Vice President Head of Sales, Marketing & Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan reksadana terproteksi masih menarik dari sisi imbal hasil. Tapi minat dari investor institusi berkurang mengingat sudah tidak ada insentif pajak. Sehingga memegang obligasi langsung bisa lebih efisien daripada memegang reksadana terproteksi. "Kecuali memang fund managernya mendapatkan obligasi yang menarik dan dipotong management fee masih memberikan imbal hasil yang kompetitif. Bagi retail, proteksi juga menarik. Namun, batasan datang dari penerbitan obligasi yang dituntut kupon yang tinggi sehingga membuat emiten menunda," kata Wawan kepada Kontan.co.id beberapa waktu lalu.