KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dana kelolaan atawa
asset under management (AUM) industri reksadana terus melandai sejak 2021. Meski begitu, prospek pasar reksadana dinilai tetap menarik. Berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), pada tahun 2021 total AUM industri sebesar Rp 826,70 triliun. Pada tahun 2022, nilai AUM turun 3,56% secara tahunan (YoY) menjadi Rp 797,31 triliun, dan pada tahun 2023 kembali terkoreksi 0,44% YoY menjadi Rp 793,78 triliun. Pada tahun ini, KSEI mencatat nilai AUM industri turun 0,65% YtD menjadi Rp 788,64 triliun per Februari. Secara bulanan (MoM), nilai tersebut juga terkoreksi 0,23% dari Rp 791,93 triliun.
Direktur PT Infovesta Utama Parto Kawito mengatakan, tren penurunan AUM salah satunya karena pengalihan investasi asuransi dari reksadana ke kontrak pengelolaan dana (KPD). Ini sesuai dengan SE OJK No. 5 tahun 2022 tentang Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi (PAYDI) yang mengakibatkan penempatan di reksadana saham harus dipindahkan ke KPD.
Baca Juga: Total Dana Kelolaan Industri Reksadana di Februari 2024 Capai Rp 788,6 Triliun "Selain itu sekarang ini asuransi lebih suka menawarkan produk asuransi tradisional sehingga tidak investasi di reksadana atau bahkan KPD," ujar Parto kepada Kontan.co.id, Selasa (19/3). Kemudian, Parto melihat pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (
IHSG) dan LQ45 sepanjang tahun 2020 menurun, masing-masing 5,09% dan 7,85% YoY sehingga investor mengerem investasi di tahun 2021. Lalu investasi di reksadana terproteksi dan reksadana pendapatan tetap sudah tidak mendapat insentif pajak berupa keringanan pajak atas kupon. "Karena investasi sendiri di obligasi pajaknya juga 10% seperti reksadana saat membeli obligasi juga kena pajak atas kupon 10%, jadi
tax rate-nya sudah sama," imbuh Parto. Faktor lainnya juga semakin banyaknya pilihan instrumen investasi. Misalnya, Obligasi Negara Ritel (ORI), sukuk ritel, dan kripto sehingga turut mempengaruhi animo investasi ke reksadana.
Baca Juga: Dapen Bank Mandiri Masih Akan Fokus Investasi di SBN dan Obligasi Korporasi Parto mengatakan, perlu riset yang lebih dalam untuk menilai apakah pamor reksadana mulai memudar. Meski begitu, dia percaya nilai AUM akan tumbuh kembali seiring penetrasi pasar yang masih potensial karena banyak yang belum mengenal investasi di reksadana.
Ini juga didorong dari banyak alternatif jenis reksadana seperti saham, syariah, dan tematik. "Selain itu keunggulan reksadana dibanding instrumen lainnya adalah investor 'membayar' fee atas keahlian MI mengelola reksadana," sebutnya. Di sisi lain, prospek reksadana juga disebutnya masih positif seiring kinerja yang baik. Parto memproyeksikan kinerja reksadana saham bisa naik 7% dari posisi saat ini. Sedangkan jenis pendapatan tetap diperkirakan memberikan imbal hasil 5% dari saat ini hingga akhir tahun. "Katalisnya suku bunga diperkirakan menurun pada semester II 2024 dan membaiknya harga komoditas serta aliran modal asing masuk ke pasar keuangan," pungkas dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati