JAKARTA. Komposisi dana pihak ketiga (DPK) perbankan masih didominasi oleh dana jangka pendek yang tersimpan dalam produk giro dan tabungan. Mengutip data terbaru statistik perbankan yang dirilis oleh Bank Indonesia, sampai akhir Agustus 2010, sekitar 53,98% DPK bank terdiri atas giro dan tabungan. Rinciannya, untuk giro sebesar Rp 496,368 triliun atau 23,72% dari total DPK. Sedangkan tabungan nilainya mencapai Rp 633,235 triliun atau 30,26% dari total DPK. Adapun deposito nilainya mencapai 46,02% dari total DPK bank atau senilai Rp 963,176 triliun. Komposisi dana murah ini masih lebih tinggi dari bulan Agustus 2009, di mana giro dan tabungan mencapai 48,39% dari total DPK. Adapun posisi Desember, porsinya mencapai 53,87%.Komposisi DPK yang lebih banyak didominasi oleh dana murah di giro dan tabungan sejatinya meringankan beban biaya bank. Pasalnya, giro dan tabungan tidak menawarkan bunga setinggi bunga deposito. Masalahnya, komposisi seperti ini juga memperlihatkan masih terbelitnya perbankan dalam kondisi mismatch liquidity alias kesenjangan likuiditas. Apalagi, untuk dana mahal yakni deposito kebanyakan masih didominasi oleh deposito bertenor pendek. Ini tentu menjadi momok bagi perbankan karena di saat yang sama bank lebih banyak menyalurkan pembiayaan dalam tenor panjang. Asal tahu saja, kesenjangan likuiditas ini pula yang menjadi penyebab ambruknya ratusan bank ketika dihempas krisis tahun 1997 silam. Tak heran jika beberapa bank sudah mulai banyak menggiatkan pendanaan jangka panjang untuk mengimbangi penyaluran kredit jangka panjangnya.
Dana murah perbankan capai Rp 1.129,603 triliun
JAKARTA. Komposisi dana pihak ketiga (DPK) perbankan masih didominasi oleh dana jangka pendek yang tersimpan dalam produk giro dan tabungan. Mengutip data terbaru statistik perbankan yang dirilis oleh Bank Indonesia, sampai akhir Agustus 2010, sekitar 53,98% DPK bank terdiri atas giro dan tabungan. Rinciannya, untuk giro sebesar Rp 496,368 triliun atau 23,72% dari total DPK. Sedangkan tabungan nilainya mencapai Rp 633,235 triliun atau 30,26% dari total DPK. Adapun deposito nilainya mencapai 46,02% dari total DPK bank atau senilai Rp 963,176 triliun. Komposisi dana murah ini masih lebih tinggi dari bulan Agustus 2009, di mana giro dan tabungan mencapai 48,39% dari total DPK. Adapun posisi Desember, porsinya mencapai 53,87%.Komposisi DPK yang lebih banyak didominasi oleh dana murah di giro dan tabungan sejatinya meringankan beban biaya bank. Pasalnya, giro dan tabungan tidak menawarkan bunga setinggi bunga deposito. Masalahnya, komposisi seperti ini juga memperlihatkan masih terbelitnya perbankan dalam kondisi mismatch liquidity alias kesenjangan likuiditas. Apalagi, untuk dana mahal yakni deposito kebanyakan masih didominasi oleh deposito bertenor pendek. Ini tentu menjadi momok bagi perbankan karena di saat yang sama bank lebih banyak menyalurkan pembiayaan dalam tenor panjang. Asal tahu saja, kesenjangan likuiditas ini pula yang menjadi penyebab ambruknya ratusan bank ketika dihempas krisis tahun 1997 silam. Tak heran jika beberapa bank sudah mulai banyak menggiatkan pendanaan jangka panjang untuk mengimbangi penyaluran kredit jangka panjangnya.