Dana panas di Indonesia sudah capai Rp 115 T



JAKARTA. Dana asing yang membanjiri pasar keuangan domestik Indonesia selama sembilan bulan tahun 2010 ini mencapai Rp 115 triliun (neto). Dana panas dari luar negeri ini Rp 20,5 triliun ada di Sertifikat Bank Indonesia (SBI), lalu Rp 74 triliun ada di instrumen Surat Utang Negara (SUN), dan sisanya Rp 21 triliun di pasar saham.

Dengan demikian, posisi total outstanding dana asing di SBI ada sebesar Rp 64 triliun atau menguasai 25% kepemilikan SBI. Sementara outstanding dana asing di SUN mencapai Rp 182 triliun atau 30% dari total kepemilikanSUN.

Derasnya aliran dana asing masuk ke dalam sistem keuangan domestik ini menjadi salah satu pertimbangan Bank Indonesia untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI rate di level 6,5%. Dengan ditahannya BI rate di level 6,5%, BI berharap membeludaknya dana asing ke Indonesia bisa sedikit direm.


Pasalnya, dana asing yang terus membanjir akan mengakibatkan likuiditas berlebihan dalam sektor keuangan domestik semakin besar. Jika BI rate dinaikkan, maka dipastikan BI akan kewalahan mengelola ekses likuiditas tersebut. Di sisi lain membanjirnya likuiditas ini juga akan membuat biaya operasi moneter akan semakin besar.

"Kalau suku bunga acuan dinaikkan dari 6,5% sampai 6,75%, maka akan semakin menarik investor masuk," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Hartadi A. Sarwono dalam konferensi pers pengumuman BI Rate di Gedung BI, Selasa (5/10).

BI lebih memilih untuk mengendalikan tingkat inflasi dengan instrumen lain di luar suku bunga acuan. "Adanya inflow ke Indonesia akan menambah likuiditas di dalam negeri sehingga pengelolaan likuiditas itu menjadi penting untuk kita, harus kita serap kembali agar tidak mengganggu sasaran inflasi. Dalam meredam inflasi, kami lebih fungsikan kelebihan likuiditas di pasar uang ketimbang memeranginya dengan suku bunga karena nanti bisa membuat inflow masuk lagi," jelas Hartadi.

Instrumen Sertifikat Bank Indonesia (SBI) memang menjadi instrumen yang paling seksi bagi investor asing untuk membiakkan uangnya. Terlebih di negara-negara maju masih banyak ketidakpastian. Sedangkan SBI menawarkan yield alias imbal hasil yang tinggi dengan risiko nol persen. SBI juga sangat likuid diperdagangkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.