KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan, dana pemerintah daerah (pemda) yang mengendap di bank mencapai Rp 180,96 triliun hingga akhir Maret 2024. Dengan realisasi tersebut, maka terjadi kenaikan Rp 7,12 triliun atau 4,1% dibandingkan posisi Februari 2024 dan lebih rendah Rp 15,61 triliun atau turun 7,94% dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya. “Ini berarti terjadi kenaikan
account atau dana di perbankan oleh pemda kalau dibandingkan bulan Maret di tahun tahun sebelumnya angka ini tidak jauh berbeda atau bahkan cenderung lebih rendah dibandingkan 2023 dan 2022,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers, APBN Kita, Jumat (26/4).
Dia menjelaskan bahwa dana pemda yang mengendap di bank memperlihatkan tren penurunan. Pada Maret 2022, pemerintah daerah memiliki
account di bank mencapai Rp 202,35 triliun. Kemudian pada 2023 sebesar Rp 196,5 triliun dan 2024 sebesar Rp 180,96 triliun.
Baca Juga: Kemenkeu Salurkan Anggaran Ketahanan Pangan Rp 10,6 Triliun Hingga Kuartal I-2024 Komposisi dana di perbankan tersebut mayoritas berupa giro sebesar 79,32%. Kemudian berupa deposito 17,61% dan tabungan yang hanya sebesar 3,07%. Menurutnya, komposisi tersebut memperlihatkan dana pemda di bank sebagian besar disiapkan untuk pembayaran belanja daerah atau operasional. Pasalnya, giro merupakan jenis dana yang memiliki likuiditas tinggi. Selain itu, Sri Mulyani juga terus mendorong daerah untuk akselerasi belanja agar APBD mampu memberikan stimulus bagi perekonomian daerah. Kepala Ekonom Bank Bank Central Asia (BCA), David Sumual berpendapat bahwa tingginya dana Pemda yang mengendap di bank pada awal tahun merupakan persoalan klasik. Hal ini disebabkan oleh Pemda yang tidak banyak melakukan kegiatan belanja pada periode tersebut. “Nanti di semester kedua belanjanya baru kuat. Nah ini sudah bertahun-tahun seperti itu. Perlu ada terobosan-terobosan terkait itu,” kata David kepada Kontan, Senin (29/4). David menyampaikan dampak dari kurangnya belanja pemda di awal tahun akan mengganggu pertumbuhan di daerah itu sendiri. “(Berdampak) ke semuanya sih karena kan belanja mereka berbagai macam, ada belanja modal, belanja rutin itu akan memengaruhi
multiplier pertumbuhan di daerah tersebut,” ujarnya.
Baca Juga: Hingga Maret 2024, Kemenkeu Sudah Salurkan Anggaran untuk Pemilu Rp 26 Triliun David mengungkapkan bahwa pemerintah pusat tidak memiliki wewenang untuk menyegerakan pembelanjaan untuk pemerintah daerah. Namun, dalam hal ini pemerintah pusat bisa membuat kebijakan
pick and carrot, seperti salah satunya pemberian insentif. "Mungkin bisa dihubungkan dengan dana bagi hasilnya. Pencairannya kalau misal tidak efektif, pemerintah pusat bisa melakukan
stick and carrot policy juga. Kebijakan yang insentif maupun disinsentif. Supaya mereka (pemda) membelanjakan segera," tutupnya Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari