Dana pensiun swasta mengancam bubarkan diri



JAKARTA. Penerapan program jaminan pensiun oleh BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Juli 2015 mendatang masih menuai kritik. Protes keras kembali diluncurkan oleh Asosiasi Dana Pensiun Indonesia dan Perkumpulan Dana Pensiun Lembaga Keuangan usai anggotanya menyatakan akan membubarkan diri dan menghentikan kepesertaan.

Suheri, Pelaksana Tugas Ketua Umum ADPI bilang, iuran yang dipatok 8% dalam pelaksanaan program wajib jaminan pensiun dinilai tidak wajar. Besaran iuran itu akan memberatkan pemberi kerja dan pekerja. Hitung punya hitung, tanpa jaminan pensiun saja, beban kesejahteraan sudah selangit. Yakni, mencapai 18,24% - 20,74%.

Jumlah itu mengalir untuk mengongkosi jaminan hari tua pekerja, jaminan kecelakaan kerja dan kematian yang dilakoni eks PT Jamsostek (Persero). Jaminan kesehatan nasional oleh BPJS Kesehatan, termasuk pencadangan pesangon. Ditambah jaminan pensiun, beban kesejahteraan berpotensi meningkat menjadi 26,24% - 28,74%.


Dengan jaminan pensiun 8%, pemberi kerja akan semakin terbebani. Akhirnya, mereka pilih untuk ikut yang wajib terlebih dahulu dan melepaskan yang sukarela. Di sisi lain, Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) punya kewajiban untuk tetap membayarkan kewajiban kepada pensiunan setiap bulan, padahal iuran baru tidak ada karena pemberi kerja dan pekerja mulai beralih ke jaminan pensiun wajib.

"Ya, kalau kewajibannya harus terus dibayarkan, tetapi iuran tidak ada, bagaimana bisa berbisnis? Karenanya, banyak pendiri DPPK dan pemberi kerja sudah menyatakan akan membubarkan diri dan menghentikan kepesertaannya pada Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) jika iuran sebesar 8% itu dipaksakan," ujarnya, Senin (20/4).

Suheri sendiri masih enggan merinci jumlah DPPK yang telah menyatakan akan membubarkan diri. Namun, seruan tersebut semakin kencang bahkan sampai ke telinga regulator, dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hingga saat ini, jumlah pelaku usaha DPPK tercatat sebanyak 229 institusi, sementara DPLK mencapai 24 institusi.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia