Dana repatriasi tax amnesty tak wajib masuk SBN



JAKARTA. Pemerintah tidak akan memaksa Wajib Pajak (WP) yang merepatriasi asetnya ke dalam negeri dalam program pengampunan pajak, menyimpan asetnya dalam instrumen surat berharga negara (SBN). Hal ini tercantum dalam Undang-undang pengampunan pajak yang disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). 

Sebelumnya, dalam draf RUU pengampunan pajak, setiap dana repatriasi yang masuk dalam program ini harus ditempatkan dalam SBN paling sedikitnya satu tahun. Namun, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, ingin peserta tax amnesty memiliki pilihan yang luas untuk menentukan instrumen investasinya.

Asalkan, dana repatriasi itu tetap berada di dalam negeri paling sedikit tiga tahun di instrumen manapun. "Orang, kalau mau investasi harus punya pilihan," kata Bambang, Selasa (28/6) di Jakarta.


Namun demikian, jika ada orang yang merepatriasi asetnya tetapi bingung akan menempatkan di instrumen mana, bisa menggunakan SBN untuk sementara.

Adapun dalam UU pengampunan pajak pasal 12 disebutkan, WP yang menyatakan akan mengalihkan hartanya harus melalui bank persepsi yang ditunjuk pemerintah. Hal ini akan diatur dalam aturan turunan UU pengampunan pajak.

Beleid ini mengatur instrumen investasi yang bisa digunakan seperti SBN, obligasi BUMN, obligasi lembaga pembiayaan milik pemerintah, investasi keuangan pada bank persepsi, obligasi perusahaan swasta, invesatsi di proyek infrastruktur, sektor riil, dan investasi lainnya.

Anggota komisi XI dari fraksi Partai Golkar Muhammad Misbhakun mengatakan, dengan tidak dibatasinya instrumen investasi akan semakin menarik WP mengikuti repatriasi. Hal ini sejalan dengan keinginan pemerintah yang ingin menarik dana segara ke dalam negeri melalui skema repatriasi.

Sebelumnya, pemerintah memeperkirakan akan ada dana sekitar Rp 1.000 triliun yang akan melalui proses repatriasi. Dana ini jauh lebih sedikit dari potensi dana milik pengusaha dalam negeri yang ada di luar negeri dan tidak pernah dilaporkan kepada pemerintah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia