Dana Rp 22 miliar di bank dibobol, wajibkah bank menggantinya? Ini dasar hukumnya



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pembobolan rekening nasabah yang juga atlet esport Winda D.  Lunardi alias Winda Earl di Bank Maybank Indonesia Tbk (Maybank/BNII)  sebesar Rp 22 miliar mencuatkan tanya di banyak pihak. Yakni atas tanggungjawab dan kewajiban bank atas raibnya dana nasabah di bank. 

Merujuk berita amblas atau bobolnya dana yang disimpan Winda Earl Rp 22 miliar, Winda sepertinya tidak melakukan penarikan dana atas dana yang disimpannya.

Adalah oknum Kepala Cabang Maybank Cipulir A  yang menguras dana atau duit yang tersimpan di rekening Winda Earl. Bahkan, sebagai nasabah di Maybank,  Winda baru mengetahuinya saat akan menarik duitnya. Ia terkejut tak bisa melakukan transaksi yang ia inginkan lantaran saldo yang tersisa di rekeningnya hanya  Rp 600 ribu .


Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jumat (6/11) menjelaskan bahwa tersangka pembobolan dana nasabah Maybank yakni Kepala Cabang Maybank Cipulir berinisial A.

Baca Juga: Dipakai investasi, ini cara kepala cabang Maybank bobol dana Rp 22 miliar Winda Earl

Sebagai Kepala Cabang A sudah menyalahgunakan wewenangnya.  Sebagai pimpinan cabang di bank dengan saham BNII di Bursa Efek Indonesia ini menguras habis uang Rp 22 miliar dari tabungan Winda. A juga lantas mentransfer ke rekening beberapa temannya. Keterangan polisi menyebut, uang nasabah ini diambil untuk investasi agar mendapatkan hasil lebih tinggi.

Maybank Indonesia juga sudah menjelaskan bahwa dalam pembobolan rekening nasabah ini dilakukan oleh oknum bank, yakni A.  Dalam kasus ini, Maybank adalah pihak pelapor.  Oknum pelaku kejahatan ini sudah ditangkap dan berada di tahanan Kejaksaan Tangerang Selatan. Kini, kasus ini dalam proses pengadilan negeri.

Lantas bagaimana nasib dana Winda, apakah bank harus menggantikannya? Inilah dasar hukumnya: 

Dalam pasal 1 angka 1, Undang-Undang No 10/1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa: 

Bank  adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak;

Baca Juga: Dana nasabah raib Rp 22,87 miliar, begini respons manajemen Maybank (BNII)

Sementara, dalam pasal 1 juga disebutkan bahwa: nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank. Salah satu jenis nasabah adalah nasabah penyimpan, yakni nasabah yang menempatkan dananya du bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian dengan nasabah yang bersangkutan. 

Adapun hubungan antara nasabah dengan bank adalah hubungan antara konsumen dan pelaku usaha yang  diatur dalam UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.   

Dalam Pasal 7 huruf f dan g UU Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa

"Kewajiban pelaku usaha adalah:

f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian."

Dalam UU yang sama,  tanggung jawab pelaku usaha atas kerugian yang diderita konsumen diatur pada Pasal 19, yang menyatakan:

(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Heru Kristiyana pernah mengungkapkan dalam kasus raibnya dana nasabah bank ada dua pihak yang diperiksa, yakni bank dan nasabah.

“Jika bank lalai, terbukti banknya yang salah maka harus mengganti dana nasabah yang hilang," kata Heru beberapa waktu yang lalu, saat menanggapi raibnya dana nasabah di sebuah bank milik negara. 

Adapun tanggung jawab manajemen bank bisa merujuk Undang-Undang No 10/1999 tentang Perbankan, pasal 49 disebutkan dengan jelas bahwa:  

Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja :

a. membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;

b. menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;

c. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar)

Ini artinya, A dalam kasus pembobolan dana Rp 22 miliar yang dilakukan bisa disangkakan dengan pasal ini dengan ancaman pidana sekurang-kurangnya 5 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda minimal Rp 10 miliar dan maksimal Rp 200 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Titis Nurdiana