KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dana pihak ketiga (DPK) perbankan dalam bentuk valuta asing (valas) masih menunjukan tren penurunan di awal tahun ini. Tercatat berdasarkan data uang beredar Bank Indonesia (BI), DPK valas per Februari 2018 menurun 0,5%
year on year (yoy) menjadi Rp 696,2 triliun. Penurunan tersebut terbesar terjadi pada dana valas tabungan yang turun 7,5% yoy menjadi Rp 119,4 triliun. Untuk dana giro dan deposito masih tumbuh, tapi sangat tipis. Giro valas hanya tumbuh 0,8% yoy menjadi Rp 278,7 triliun dan deposito valas tumbuh 1,3% yoy menjadi Rp 298,0 triliun. Alhasil DPK valas harus menurun 0,5% yoy.
Menanggapi kondisi tersebut, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menjelaskan, penurunan DPK valas diprediksi akan terus berlanjut sampai akhir tahun. Faktornya ada dua, yang pertama yakni adanya potensi kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat atau Fed Funds Rate (FFR) hingga 3 kali di tahun 2018. “Ini mengakibatkan mata uang dolar Amerika Serikat (AS) justru melemah terhadap mata uang lainnya. Meskipun dolar AS terhadap rupiah menguat tapi dibanding mata uang lain seperti dolar Singapura dan yen Jepang, posisi dolar AS cenderung melemah. Artinya lebih untung memegang valas non-dollar,” jelas Bhima saat dihubungi oleh Kontan.co.id, Minggu, (15/4). Bhima menambahkan, faktor yang kedua yakni karena ada penarikan dana korporasi untuk memenuhi kebutuhan pembayaran jatuh tempo utang atau pembayaran kebutuhan impor bahan baku. Tren pelemahan rupiah terhadap dolar AS membuat kewajiban utang swasta naik dan biaya impor lebih besar. Otomatis DPK valas menjadi menurun. “Ini akan lebih baik dari sisi penurunan biaya bunga atau
cost of fund (COF) karena DPK perbankan
growth-nya masih cukup gemuk yakni 8,2% yoy atau Rp1.938 triliun. Jadi dari sisi likuiditas masih aman. CAR juga dikisaran 23%,” jelas Bhima Senada, Tambok Parulian Setyawati Simanjuntak, Direktur Retail Banking PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) menjelaskan, pertumbuhan dana valas perbankan banyak dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global seperti kenaikan FFR juga normalisasi neraca bank sentral AS. “Untuk DPK valas BNI sampai dengan Februari 2018 masih tumbuh positif 16% yoy,” ungkap Tambok kemarin lusa. Sekadar informasi, hingga Februari 2018, tercatat BNI telah menghimpun DPK hingga Rp 468,02 triliun. Angka tersebut tumbuh 14,71% yoy dari tahun lalu sebesar Rp 408,01 triliun. Masih wajar PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) justru menilai pertumbuhan DPK valas yang pelan di Bulan Februari 2018 masih wajar. Budi Satria, Direktur Bank BTN menjelaskan, penurunan ini masih terbilang wajar dan tidak terlalu besar yakni 0,5%. Menurutnya, penggunaan dana valas biasanya untuk keperluan membayar hutang valas. “Di BTN sendiri dana valas masih tidak besar. Itu karena kami tidak masuk dalam pembiayaan valas,” ujar Budi saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (13/4). Selain itu, pun Budi menjelaskan, kondisi ini menunjukan kepercayaan masyarakat terhadap rupiah masih cukup baik. Masyarakat masih banyak yang percaya diri dalam menyimpan uang rupiah. Dana valas di BTN sendiri dinilainya masih tidak terlalu besar yakni hanya 5% dari total DPK perseroan.
Sebagai gambaran, hingga Februari 2018, DPK yang telah dihimpun BTN mencapai Rp 175,99 triliun. Angka tersebut tumbuh 21,36% yoy dibandingkan dengan tahun lalu sebesar Rp 145,01 triliun. Dengan kata lain, DPK valas BTN per Februari hanya sekitar Rp 8,79 triliun atau 5% dari total DPK. Pun, Budi menambahkan, pemeringkat Moody’s yang menaikan rating Indonesia menjadi Baaa2 membuat tingkat kepercayaan masyarakat kepada simpanan rupiah menjadi lebih baik. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia