Danamon Andalkan Pendapatan dari Sektor Mikro



JAKARTA. Sepertinya, kredit mikro dan kredit konsumsi merupakan produk andalan bagi PT Bank Danamon Indonesia Tbk. Menurut Wakil Direktur Utama Danamon Jos Luhukay, saat ini, kredit mikro menguasai 14% sampai dengan 15% dari total kredit di Danamon. “Total penyalurannya sampai dengan akhir Juli lalu kurang lebih Rp 10 triliun,” tuturnya hari ini (2/9). Jos mengatakan, penyaluran kredit mikro saat ini lebih banyak ke luar Jawa dengan target adalah pasar-pasar basah.

Selain itu, ada pula sektor lain yang mendukung penyaluran kredit di Danamon. Namanya adalah kredit konsumsi. Seperti halnya kredit mikro, untuk kredit konsumsi ini, perkembangan penyaluran kreditnya juga lebih banyak di luar Jawa. Jos bilang,  semakin berkembangnya kredit konsumsi ini memang didukung oleh pertumbuhan sektor riil di Indonesia. Saat ini angka penjualan motor dan mobil juga tumbuh pesat sehingga berpengaruh terhadap angka kredit motor dan mobil di Danamon. Untuk kredit konsumsi, kinerja Danamon banyak terbantu dari kinerja anak perusahaannya yaitu Adira.

Meskipun kredit konsumsi cukup riskan karena dapat meninggikan angka kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL), namun Jos mengaku tidak khawatir. Sebab, saat ini, Danamon sudah menerapkan standar manajemen risiko yang tinggi terhadap kredit konsumsi.


Seperti misalnya, sistem koleksi yang diterapkan saat ini tidak perlu lagi menunggu tiga bulan angsuran tidak dibayar atau menunggu macet dulu. Akan tetapi, jika satu minggu debitur tidak melakukan pelunasan angsuran maka pihak Danamon akan langsung melakukan penagihan. Sedangkan Direktur Keuangan Bank Danamon Vera Eva Lim mengatakan bahwa selama ini sektor-sektor tersebut tidak mengalami permasalahan dalam pertumbuhannya. Meski demikian, untuk kredit korporasi, Danamon memperkirakan akan mengalami perlambatan pertumbuhan. Namun Vera optimis angka perlambatan tersebut masih berada di dalam koridor yang ditargetkan.

Pasalnya, pertumbuhan sektor korporasi saat ini sangat tinggi. “Pertumbuhannya saat ini mencapai angka 40%,” tuturnya. Jika nanti memang mengalami perlambatan maka menurutnya masih di atas target yaitu sebesar 22%.

Menurutnya, perlambatan tersebut dikarenakan kondisi ekonomi yang sedang terjadi saat ini. Banyak perusahaan yang memilih untuk menunggu kondisi perekonomian pulih dulu, baru kemudian mengembangkan bisnisnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie