Danamon dan Standard Chartered perbesar pasar UMKM



JAKARTA. Bank milik investor asing ataupun bank asing semakin gencar menggelontorkan kredit ke sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Sektor ini terbilang ciamik, karena cakupan kredit mereka masih luas dan pendapatan bunganya tinggi. Hanya saja, mereka harus mewaspadai risiko kredit macet atau non performing loan (NPL).

Salah satu bank yang menekuni kredit UMKM adalah Bank Danamon. Bank yang mayoritas sahamnya milik investor Singapura ini merupakan salah satu pionir bank swasta yang terjun ke sektor mikro melalui unit usahanya, Danamon Simpan Pinjam (DSP) sejak tahun 2004 silam.

Minhari Handikusuma, Direktur Perbankan Mikro Bank Danamon, mengatakan penyaluran kredit mikro sepanjang tahun lalu sekitar Rp 16 triliun dan mengalir ke 800.000 nasabah pengusaha kecil. Tahun ini, manajemen menargetkan pertumbuhan 15%-20% menjadi Rp 18,4 triliun sampai Rp 19,2 triliun. "Realisasi kredit masih dihitung, tapi kami optimistis tercapai," kata Minhari, Senin (16/7).


Untuk mencapai target, perseroan membuka cabang DSP hingga 1.200 kantor mikro dan 3.200 kantor cabang dan point of sales. Danamon juga berencana menambah kios DSP pada tahun 2013 mendatang.

Selain itu, manajemen Danamon juga membidik nasabah sektor baru. Itu antara lain di sektor pertanian, perikanan dan industri rumahan. Informasi saja, selama ini DSP menyalurkan 90% kredit mikro ke sektor perdagangan dan jasa.

Namun, Minhari mengingatkan, bisnis ini rawan dengan kredit macet. Oleh karena itu, ekspansi ke sektor baru itu harus penuh perhitungan dan kehati-hatian.

Tapi sebagai pemain lama, DSP memiliki strategi mencegah kredit macet. Antara lain dengan disiplin memantau perkembangan bisnis debitur setiap bulan. Misalnya memantau pendapatan dan penyisihan untuk pengembalian pinjaman per bulan. Saat ini, rasio NPL kredit mikro masih di bawah 5%. "Kedisiplinan harus dijaga oleh debitur agar tidak terjadi kredit macet," kata Minhari.

Standard Chartered Bank Indonesia (Stanchart) tak mau kalah. Micha Tampubolon, General Manager SME Banking Stanchart, mengatakan target pendapatan 2012 bisnis kredit mikro tumbuh 70% dibandingkan tahun lalu. Hingga Juni 2012, realisasi kredit mencapai Rp 2,4 triliun "Hampir 56% kredit tersebut dalam pinjaman rupiah," kata Micha.

Saat ini bank asal Inggris itu memiliki 3.000 debitur SME. Dari jumlah itu, sekitar 2.000 adalah debitur aktif dan sisanya masih pasif dalam peminjaman. Micha menjelaskan, ada sekitar 500 debitur yang mengekspor bisnis mereka ke luar negeri, seperti batubara, dan furnitur. "Kami hanya akan meminjamkan kredit berbentuk valuta asing (valas) jika pendapatan mereka juga valas," katanya.

Rencananya, Stanchart akan memperbesar kontribusi kredit mikro ke seluruh penyaluran kredit antara 10%-15% selama dua sampai tahun mendatang. Saat ini, kontribusi SME baru sekitar 6% terhadap portofolio kredit.

Untuk menggapai target itu, Stanchart memperlebar penyaluran kredit dengan membidik debitur pengusaha makanan dan minuman, otomotif, bahan bangunan, serta perdagangan komoditi.

Saat ini Stanchart menyalurkan kredit ke sektor teknologi informasi, pengemasan, percetakan, kimia dan farmasi, pertambangan dan auto part. "Porsinya masing-masing sekitar 15%-20%," tambah Micha. Dan dari sisi rasio kredit macet, boleh terbilang amat terkendali, yakni di bawah 1%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: