Dapat Banyak Sentimen, Begini Prospek Kinerja Emiten Properti di Kuartal III 2024



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten properti tengah mendapatkan sentimen positif yang menopang kinerja. Salah satu yang paling berdampak adalah potensi penurunan suku bunga yang akan dibahas oleh bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve di pekan ini.

Asal tahu saja, suku bunga The Fed diperkirakan akan segera turun pada pekan ini. Belum pasti berapa jumlah penurunan suku bunga yang akan dilakukan The Fed, tetapi pasar saat ini menantikan bank sentral AS itu akan menurunkannya sebesar 50 basis poin (bps).

Sektor properti sendiri merupakan salah satu yang cukup sensitif dengan tingkat suku bunga. Hal ini terkait dengan pembayaran aset properti yang biasanya mengandalkan kredit pemilikan rumah (KPR) atau sewa properti yang menggunakan bunga.


Industri properti Tanah Air juga tengah mendapatkan sentimen perpanjangan insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) 100% hingga akhir tahun 2024. Insentif ini berlaku untuk pembelian rumah seharga Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar.

Baca Juga: IHSG di Rekor Tertinggi, BRIS, BBCA, BMRI Paling Banyak Net Buy Asing, Selasa (17/9)

Sebelumnya, PPN DTP 100% berlaku hanya sampai 30 Juni 2024 dan dilanjutkan dengan PPN DTP 50% untuk penyerahan mulai 1 Juli hingga 31 Desember 2024. 

Namun, pemerintah pada bulan lalu memutuskan untuk memperpanjang pemberian DTP 100% untuk sektor perumahan hingga Desember 2024, seperti pada periode Januari hingga Juni 2024 lalu.

Di sisi lain, industri properti juga tengah dibayangi kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) atas kegiatan membangun sendiri (KMS). Rencananya, pada tahun 2025, tarif PPN KMS bakal naik menjadi 2,4% pada tahun 2025 dari sebelumnya sebesar 2,2%.

Kenaikan tarif PPN KMS tersebut sejalan dengan rencana kenaikan tarif PPN umum menjadi 12% mulai Januari 2025 sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Baca Juga: Periode Buyback Berakhir, Bank Negara Indonesia (BBNI) Beli 40,51 Juta Saham

Direktur PT Ciputra Development Tbk (CTRA) Harun Hajadi mengatakan, salah satu musuh utama industri properti adalah suku bunga tinggi, karena bisa memberatkan pembiayaan bagi para pembeli. 

“Sentimennya pasti positif, jika Bank Indonesia (BI) ikut menurunkan (suku bunga). Namun, bisa jadi BI belum ikut menurunkan, karena tergantung situasi makroekonomi Indonesia,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (17/9).

Sebagai gambaran, per Juni 2024, sebesar 70% konsumen menggunakan metode pembayaran dengan kredit pemilikan rumah (KPR). Sisanya, sebesar 18% konsumen menggunakan pembayaran tunai dan 12% membayar dengan installment.

Di sisi lain, Harun justru melihat PPN KMS tidak akan memiliki pengaruh ke kinerja CTRA. Menurutnya, permintaan akan produk CTRA akan sama saja dan tidak ada dampak spesifik yang bisa meningkatkan penjualan ke depan.

”PPN KMS sudah ada sejak dahulu, bukan hal baru. Untuk CTRA tidak ada pengaruh. Itu ada pengaruhnya hanya ke mereka yang punya tanah untuk rumah dan mau membangun sendiri,” paparnya.

Baca Juga: Simak Rekomendasi Teknikal Saham TAPG, TOBA, SILO untuk Perdagangan Rabu (18/9)

Analyst Kanaka Hita Solvera Andhika Cipta Labora melihat, dampak dari PPN KMS sebenarnya akan kecil ke emiten properti. Sebab, pajak tersebut hanya akan berlaku untuk pembangunan properti dengan luas tanah di atas 200 meter persegi. 

“Namun, ini bisa membuat masyarakat yang berniat membeli dan membangun tanah lebih dari 200 meter persegi akan berpikir dua kali untuk membangun sendiri dan akan lebih memilih untuk membeli dari developer,” kata Andhika kepada Kontan.co.id, Selasa (17/9).

Melansir laman Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa (17/9), kinerja IDX Sector Properties and Real Estate tercatat mengalami kenaikan 6,23% secara year to date (YTD).

Menurut Andhika, kenaikan yang terjadi pada sektor properti disebabkan potensi turunnya suku bunga yang menjadi sentimen positif, sehingga para investor membeli saham-saham emiten properti.

Baca Juga: Catat! Begini Prospek & Rekomendasi Saham Emiten yang Berganti Pengendali

“Sehingga, sejak bulan Mei ada kenaikan terhadap harga saham-saham emiten properti,” ungkapnya.

Pada kuartal III 2024, kinerja emiten properti dilihat tidak akan terlalu jauh dibandingkan dengan kuartal II. Sebab, masih minim sentimen yang menyebabkan kenaikan permintaan properti. Apalagi, daya beli masyarakat masih dalam masa pemulihan seusai libur Lebaran.

“Kinerja emiten properti akan kembali membaik apabila BI menurunkan suku bunga,” tuturnya.

Andhika pun merekomendasikan beli untuk ASRI dan BSDE dengan target harga masing-masing Rp 280 per saham dan Rp 1.300 per saham.

Baca Juga: Saham Rekomendasi Analis Pekan Ini Jelang FOMC The Fed dan RDG BI

Analis Kiwoom Sekuritas Vicky Rosalinda melihat, kenaikan tarif PPN KMS akan memberikan katalis positif untuk developer perumahan. Ada beberapa potensi dampak dari kenaikan tarif PPN KMS yaitu peningkatan biaya membangun rumah sendiri dan peningkatan daya tarik produk dari developer properti.

“Terjadi perubahan perilaku konsumen dikarenakan kenaikan PPN KMS tersebut dan berpeluang menyebabkan pertumbuhan segmen rumah tapak,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (17/9).

Peningkatan kinerja IDX Sector Property and Real Estate dilihat karena didukung oleh potensi pemangkasan suku bunga The Fed dan BI pada bulan ini.

“Sehingga, pelaku pasar menilai hal ini adalah hal yang positif untuk sektor properti yang diperkirakan akan tumbuh pada kinerjanya,” paparnya.

Baca Juga: Saham Pilihan Analis di Pekan Penentuan Suku Bunga The Fed dan BI

Menurut Vicky, kinerja emiten properti di kuartal III berpeluang tumbuh dari periode sebelumnya. Sentimen positif yang dapat mendorong kinerja emiten properti di kuartal III yaitu potensi penurunan suku bunga, perpanjangan PPN DTP 100%, serta pemulihan ekonomi. 

Adapun sentimen negatifnya yaitu kenaikan harga  bahan bangunan, ketidakpastian ekonomi global dan tingginya suku bunga acuan. 

“Hingga akhir tahun 2024, kinerja emiten properti kemungkinan masih potensi tumbuh,” ungkapnya.

Vicky pun merekomendasikan buy on weakness untuk SMRA dan CTRA dengan target harga masing-masing Rp 675-Rp 680 per saham dan Rp 1.350 per saham.

Baca Juga: Gerak IHSG Pekan Ini Dipengaruhi Sentimen Suku Bunga, Cermati Saham-Saham Berikut

Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta melihat, penurunan suku bunga The Fed di bulan September kemungkinan besar akan diikuti oleh penurunan suku bunga BI pada bulan Oktober. Hal tersebut akan mendorong pertumbuhan permintaan kredit untuk aset properti, baik itu KPR maupun kredit pemilikan apartemen (KPA).

Kenaikan tarif PPN KMS yang disertai dengan perpanjangan insentif PPN DTP 100% juga akan memberikan dampak positif ke kinerja emiten properti.

“Secara fundamental, sentimen-sentimen tersebut bisa meningkatkan kinerja pendapatan prapenjualan alias marketing sales emiten properti ke depan,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (17/9).

Baca Juga: IHSG Menuju 8.000: Peluang dan Tantangan Pasar Saham di Sisa Tahun 2024

Pada kuartal III dan kuartal IV, kinerja emiten properti dilihat masih prospektif, mengingat banyak sentimen positif yang menopang kinerja fundamental mereka.

“Namun, masih ada tantangan yang harus dihadapi. Khususnya, penurunan suku bunga acuan yang mungkin tidak terlalu agresif untuk menghindari terjadinya lonjakan inflasi,” ungkapnya.

Nafan merekomendasikan accumulative buy untuk SMRA dengan target harga terdekat Rp 675 per saham. Rekomendasi buy on weakness untuk saham BSDE dengan target harga terdekat Rp 1.160 per saham. Sementara, DILD direkomendasikan maintain buy dengan target harga Rp 228 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati