KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Segala upaya restrukturisasi hingga suntikan dana dari pemerintah untuk sejumlah perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) belum tentu membuahkan hasil. Misalnya, PT Garuda Indonesia Tbk (
GIAA) yang memperoleh penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp 7,5 triliun pada akhir tahun lalu melalui skema
rights issue. Suntikan dana tersebut belum mampu mendorong perbaikan kinerja yang signifikan pada GIAA. Per 30 September 2023, ekuitas GIAA masih minus US$ 1,61 miliar. Dari sisi kinerja, pendapatan usaha Garuda Indonesia mencapai US$ 1,72 miliar hingga kuartal III-2023. Ini membaik dari posisi akhir kuartal III-2022 di US$ 1,15 miliar.
GIAA masih membukukan rugi periode berjalan senilai US$ 72,06 juta. Angka tersebut berbalik dari untung US$ 3,69 miliar per September 2022.
Baca Juga: Garuda Indonesia Akan Operasikan Penerbangan Denpasar - Sorong PP Mulai 24 November Kemudian ada PT Waskita Karya Tbk (
WSKT) yang harus rela mengembalikan PMN senilai Rp 3 triliun tahun anggaran 2022 kepada pemerintah. Dana tersebut akan dialihkan kepada PT Hutama Karya untuk menyelesaikan beberapa proyek strategis milik WSKT. Tentunya ini akan memberikan dampak bagi kinerja Waskita. Ibarat pepatah sudah jatuh tertimpa tangga, kini Waskita tengah menghadapi beberapa proses sidang permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Roger M.M. menjelaskan masalah dari beberapa emiten pelat merah seperti GIAA hingga WSKT disebabkan oleh utang.
Baca Juga: BUMN Karya Hadapi Masalah Likuiditas, Simak Rekomendasi Sahamnya Roger tidak menutup mata, utang dalam perusahaan kadang diperlukan. Dengan catatan, utang tersebut ditujukan untuk meningkatkan pendapatan dan laba. "Asalkan ditujukan untuk memperoleh peningkatan pendapatan dan laba bersih sehingga tercermin dalam
return on equity (ROE)," katanya kepada Kontan, Senin (27/11). Permasalahan datang ketika uang tersebut tidak sesuai harapan. Malah utang itu tidak optimal untuk mencetak pertumbuhan laba bersih. Roger mencermati ada berbagai alasan yang membuat hal itu bisa terjadi. Salah satunya, proyek yang gagal hingga proyek tak sesuai dengan target.
Baca Juga: Waskita Karya (WSKT) Berpotensi Delisting dari Bursa Efek Indonesia Di sisi lain, Roger menilai ada berbagai jalan yang bisa dilakukan pemerintah untuk perbaikan adalah efisiensi dan fokus pada kegiatan yang menghasilkan pemasukan positif. "Kemudian bekerja sama dengan BUMN lain dalam berbagai proyek sehingga bisa meningkatkan pendapatan," tuturnya. Pengamat Pasar Modal dan Direktur Avere Investama Teguh Hidayat menilai masalahnya masih berada pada manajemen atau sumber daya manusia (SDM) di perusahaan pelat merah itu sendiri. "Masalahnya ketidakmampuan manajemen untuk mengelola dengan baik. Ditambah GIAA dan WSKT di terimbas oleh pandemi Covid-19," tutur dia.
Baca Juga: Garuda Indonesia (GIAA) Catat Peningkatan Pendapatan 48,32% Per Kuartal III 2023 Menurut Teguh, Kementerian BUMN perlu mengambil peran yang lebih besar dibandingkan internal emiten. Tak hanya sekadar memberikan suntikan dana, tetapi membenahi jajaran direksi. "Intinya, Kementerian BUMN harus tegas dalam pemerintah direksi dan komisaris di suatu perusahaan BUMN. Kalau suntik dana terus-terusan percuma saja," tegasnya. Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani menilai isu soal restrukturisasi emiten BUMN sudah menjadi bahasan lama di pasar modal sehingga dampaknya minim ke sahamnya. "Tidak akan pengaruh karena sudah
priced in dan emiten tersebut sudah bermasalah dengan fundamental buruk serta valuasi kurang menarik," ucap Arjun.
Baca Juga: Makin Percaya Diri, Garuda Indonesia (GIAA) Targetkan Raup Laba US$ 399 di 2023 Namun Arjun menyebut masih ada sektor lain yang menarik di BUMN selain perbankan, mulai dari PT Telkom Indonesia Tbk (
TLKM) dan PT Jasa Marga Tbk (
JSMR).
"Intinya, Garuda Indonesia dan BUMN karya salah satu sektor bermasalah di kelompok BUMN," jelasnya. Setali tiga uang, Teguh juga menilai Telkom masih menarik untuk dicermati. Tanpa perlu direksi yang bagus, TLKM masih akan tetap tumbuh karena bisnisnya berkaitan dengan teknologi dan internet. Selain itu perusahaan yang berkaitan dengan energi baru terbarukan (EBT) juga menarik untuk dicermati, salah satunya PT Pertamina Geothermal Energy (
PGEO). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati