Dapat Nilai 5 Dari 10, Sektor Ketenagakerjaan Era Jokowi Banyak Kurangnya



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda menyampaikan beberapa catatan di sektor ketenagakerjaan selama 10 tahun terakhir alias di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Catatan pertama, kata Huda, pertumbuhan ekonomi Indonesia dikatakan tidak berkualitas, karena salah satu indikatornya adalah terlalu kedap dalam menyerap tenaga kerja.

Huda mengasumsikan, dahulu, 1% pertumbuhan ekonomi mampu menyerap hingga lebih dari 400 ribu tenaga kerja. Namun, saat ini 1% ekonomi hanya menyerap sekitar 100 ribu tenaga kerja saja.


“Jadi memang masih jadi pekerjaan rumah (PR) dalam hal kualitas pertumbuhan ekonomi,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (27/8).

Baca Juga: Jokowi Minta Pendemo RUU Pilkada yang Masih Ditahan Dibebaskan

Kedua, lanjut Huda, kondisi ketenagakerjaan di era Jokowi terjadi informalisasi, di mana tenaga kerja sektor informal sangat dominan. Berdasarkan catatannya, saat ini lebih dari 59% pekerja Indonesia terserap dari sektor informal.

Namun masalahnya, kata Huda, tenaga kerja informal tidak ada perlindungan sosial yang mumpuni. Sehingga, tidak ada perlindungan bagi tenaga kerja informal ini.

“Secara pendapatan pun, pendapatan rata-rata mereka jauh di bawah upah minimum. Secara kesejahteraan lebih buruk. Saya bisa dibilang Jokowi melakukan informalisasi tenaga kerja,” terangnya.

Sementara itu, Huda menuturkan, Undang-Undang Cipta Kerja pun tampak tidak ada gunanya sebab tidak ada investasi yang masuk membawa penyerapan tenaga kerja yang besar.

Dia bilang, sektor industri porsinya terus menurun dibandingkan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional. Dia merinci, dari 22% di tahun 2010 sekarang hanya sekitar 18% atau di jaman Jokowi.

“Praktis tidak ada pembangunan pabrik secara masif di jaman Jokowi. Malah yang jamak terjadi adalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK),” kata dia.

Di samping itu, lanjut Huda, Sumber Daya Manusia (SDM) juga kalah dalam hal human capital index. Menurutnya, Indonesia kalah jauh dari Vietnam dan Malaysia. Maka dari itu, pabrik teknologi raksasa lebih memilih dua negara tersebut untuk membuat pabrik.

“Jadi jika diberikan nilai 10 tahun Jokowi mimpin, saya kasih nilai 5 dari 10 untuk sektor ketenagkerjaan,” pungkasnya.

Baca Juga: Kemenkes Sebut Pengendalian Tembakau Bakal Ditangani Beberapa Kementerian dan Lembaga

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Sulistiowati