KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada rapat terbatas melalui video conference di Istana Bogor, Selasa (28/4), Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar stimulus ekonomi dapat menyentuh petani. Hal ini dilakukan untuk menggenjot produksi hasil pertanian. Sehingga bahan kebutuhan pokok dan bahan pangan dapat terjaga terutama beras sebagai makanan pokok. Presiden ingin agar program stimulus ekonomi betul bisa menjangkau yang berkaitan dengan produksi beras, menjangkau para petani. Hal itu dibutuhkan oleh petani mengingat kondisi ekonomi yang sulit di tengah pandemi virus corona (Covid-19). Stimulus diharapkan dapat membuat ketahanan ekonomi bagi petani. Menanggapi hal ini, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menjelaskan, ada beberapa masalah yang dihadapi petani saat ini di tengah pandemi Covid-19, yakni
Pertama, anjloknya harga produksi petani, baik tanaman pangan, hortikultura, juga perkebunan.
Kedua, pengangguran meningkat akibat PHK dan pekerja musiman tidak bisa ke kota dan balik ke desa karena penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) "Masalah berikutnya adalah harga pangan dan hortikultura sampai di konsumen cenderung naik. Karena itu memang perlu agar pemerintah mengeluarkan kebijakan insentif sesegera mungkin," kata dia dalam keterangan tertulis, Rabu (29/4). Untuk itu, Henry menyampaikan, pemerintah harus memperluas subsidi pertanian yang sebelumnya hanya di sektor hulu hingga merata ke sektor hilir. "Perluas subsidi pertanian, jangan hanya bantuan seperti pupuk yg belum tepat sasaran dan cenderung menumpuk, alihkan dan perluas ke jaminan harga pembelian yang menguntungkan bagi petani oleh pemerintah dengan mensubsidi ketika harga jual dari petani anjlok," katanya. Di Tuban, Jawa Timur misalnya, Di bulan Maret dan April ini harga gabah dan beras jatuh karena musim panen raya sedangkan curah hujan tinggi sehingga kualitas beras menurun. Mirisnya beras ketan sama sekali tidak laku, ada stok ribuan ton beras ketan di Tuban di petani-petani anggota SPI. Ini semua karena permintaan pasar yang sangat turun. Henry selanjutnya menyarankan agar pemerintah melakukan penguatan kelembagaan koperasi petani untuk membeli produk petani dengan harga yang ditetapkan dan menguntungkan petani, serta menyalurkan pangan ke lembaga-lembaga pemerintah. "Ini memotong rantai pasok distribusi bisa dilakukan dengan memaksimalkan peran Bulog, BUMN pangan dan koperasi petani untuk menampung logistik hasil panen; Koperasi Petani Indonesia (KPI) sebagai koperasinya SPI siap mengambil peran ini," paparnya. Henry melanjutkan, pemerintah seharusnya membantu petani mengkonversi dari tanaman komoditas ekspor ke tanaman pangan yang dibutuhkan dalam negeri. "Pasar komoditas ekspor global sedang mengalami penurunan, jadi contohnya pemerintah bisa bantu petani seperti mengkonversi dari tanaman karet, sawit ke jagung sebagai alternatif pangan dan pakan ternak," tuturnya.
SPI mengapresiasi langkah pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kemtan) yang melakukan diversifikasi bahan pangan, jadi tak terbatas pada beras, seperti ubi kayu, singkong, jagung. Ini sudah sesuai dengan prinsip kedaulatan pangan, jadi misalnya masyarakat Indonesia timur yang sudah terbiasa makan sagu tidak harus dipaksakan makan beras. Henry menambahkan, langkah selanjutnya adalah agar pemerintah menampung buruh-buruh yang terkena PHK atau dampak krisis untuk kembali ke desa dan diberikan penguasaan tanah untuk memproduksi pangan melalui program reforma agraria. Hal ini sudah diterapkan di negara-negara-negara seperti China, Vietnam, dan Thailand. "Ini juga sesuai dengan program Mari Menanam dari Kementan. Di sinilah peran pemerintah untuk menyediakan ketersediaan lahan untuk menanamnya melalui program reforma agraria Jokowi demi terwujudnya kedaulatan pangan," tutupnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Fahriyadi .