KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten pelat merah mendapat suntikan dana dari pemerintah. Komisi VI DPR menyetujui rencana aksi korporasi BUMN dengan metode privatisasi
rights issue di tahun 2022. Menurut catatan Kontan.co.id, ada enam emiten BUMN yang menerima suntikan modal lewat
rights issue. Enam emiten BUMN yang akan menerima suntikan modal adalah PT Krakatau Steel Tbk (
KRAS), PT Semen Indonesia Tbk (
SMGR), PT Waskita Karya Tbk (
WSKT), PT Adhi Karya Tbk (
ADHI), PT Bank Tabungan Negara Tbk (
BBTN), dan PT Garuda Indonesia Tbk (
GIAA). Analis Investindo Nusantara Pandhu Dewanto menanggapi, struktur permodalan yang kurang sehat pada beberapa emiten BUMN menjadi faktor utama dilaksanakannya
rights issue tahun 2022 itu. Beban utang yang besar telah menggerus sebagian besar laba. Misalnya GIAA yang bebannya terlalu besar sementara operasionalnya masih tertekan, sehingga
bottom line pun negatif.
Baca Juga: Pemberian PMN BUMN Diharapkan Dukung Pemulihan Ekonomi Nasional Di antara emiten-emiten yang mendapat dana dari pemerintah itu, Pandhu melihat prospek positif dari BBTN, SMGR, dan KRAS. Mengingat, aksi korporasi yang dijalankannya bertujuan untuk ekspansi. "Sehingga ada potensi pertumbuhan pendapatan dari tambahan modal yang diperoleh, bukan sekedar mengurangi beban utang," jelas dia, Minggu (10/7). Asal tahu saja, BBTN menggelar
rights issue dengan target perolehan dana hampir mencapai Rp 5 triliun. Tambahan modal ini akan meningkatkan kemampuan BTN dalam menyalurkan kredit, apalagi posisi saat ini rasio CAR BTN paling kecil dibanding bank BUKU IV lain. Tambahan modal dari
rights issue merupakan bekal penting karena bisa menjadi faktor penurun rasio
cost of fund yang berpotensi bergerak naik seiring tren kenaikan suku bunga global dalam mengendalikan tingkat inflasi.
Baca Juga: Ini Perbedaan PMN BUMN Di Era Jokowi dengan SBY Secara valuasi Pandhu melihat, BBTN relatif menarik. Saat ini BBTN diperdagangkan pada valuasi PER sekitar 4,7 kali dan PBV 0,66 kali. Rata-rata PBV 5 tahun terakhir di sekitar 1 kali dengan rentang pergerakan 5 tahun terakhir dalam kisaran 0,4 hingga 1,7 kali. BBTN pun diperkirakan masih mampu mempertahankan kinerja positifnya tahun ini, berbekal kinerja keuangan yang hingga bulan Mei lalu cukup kuat dimana labanya tumbuh 49% yoy. "Kami masih cukup yakin BBTN dapat mencapai Rp 1.700 untuk 12 bulan ke depan.
Margin of safety yang cukup lebar ini akan semakin menarik minat para investor untuk tebus
rights issue karena seringkali harga eksekusinya di bawah harga pasar," jelas dia. Sementara itu, SMGR melakukan
rights issue dalam rangka konsolidasi perusahaan semen nasional. Pemerintah akan menyerahkan kepemilikan SMBR kepada SMGR dengan skema
rights issue. Dengan demikian posisi SMGR diharapkan akan lebih kuat terutama di wilayah Sumatra.
Baca Juga: Investor Ritel Mengeluh, Perdamaian PKPU Waskita Beton (WSBP) Berujung Kasasi Kondisi industri semen yang
oversupply beberapa tahun terakhir membuat banyak perusahaan sulit untuk mendongkrak pendapatan, sehingga peluang untuk bertumbuh secara organik sangat terbatas. Oleh karenanya, aksi korporasi ini dinilai positif dalam mendongkrak potensi pendapatan SMGR di masa mendatang. Mengingat, jangkauan yang lebih luas dan meningkatkan efisiensi karena letak pabrik yang lebih dekat ke konsumen terutama di wilayah Sumatra akan membuat biaya pengiriman yang lebih murah dan cepat. Secara valuasi, saat ini SMGR masih relatif rendah dibanding rata-rata historisnya, dimana saat ini diperdagangkan pada PE sekitar 19 kali, dengan PBV sekitar 0,9 kali. Untuk 12 bulan ke depan, harga saham SMGR dapat mencapai level Rp 8.700 per saham. Untuk KRAS, secara operasional membukukan peningkatan kinerja yang signifikan sejak 2019, setelah bertahun-tahun sebelumnya terus merugi. Bisa dikatakan secara bisnis mengalami
turn around, dibarengi rasio utang yang terus menurun dengan berbagai restrukturisasi seperti konversi obligasi. Aksi
rights issue KRAS diharapkan dapat mempercepat proses penyehatan struktur permodalan. Asal tahu saja, kuartal pertama lalu KRAS membukukan kinerja yang kuat. Volume produksi mencapai 529 KT, naik 9,5% dibanding periode yang sama tahun lalu. Hal ini mendongkrak pendapatannya hingga 39% dan laba yang naik 15%. Capaian ini menjadi bekal positif perseroan menghadapi sisa tahun ini dimana manajemen menargetkan kinerja yang lebih baik dibanding tahun 2021. Secara valuasi pun cukup menarik karena saat ini masih diperdagangkan pada PE sekitar 4,5 kali dan PBV sekitar 0,8 kali. harga saham KRAS ditargetkan masih bisa mencapai Rp 420 per saham untuk 12 bulan ke depan
Baca Juga: BTN Berharap Bisa Bidik Dana Rp 5 Triliun dari Rights Issue pada Kuartal IV Di sisi lain Pandhu mencermati, kinerja beberapa emiten diperkirakan masih berat walaupun sudah mendapat suntikan dana dari pemerintah seperti GIAA dan WSKT. Saat ini rasio utang GIAA sangat besar. Secara operasional GIAA masih sangat berat apalagi menghadapi kondisi harga minyak yang masih tinggi. Bermacam notasi khusus juga disematkan oleh BEI pada saham GIAA, ini sebagai peringatan kepada para investor bahwasanya GIAA sedang menghadapi bermacam masalah. "Kami tidak yakin
rights issue akan dapat menyelesaikan bermacam masalah tersebut dalam waktu dekat, masih butuh waktu panjang untuk memperbaiki kondisi bisnisnya," imbuh Pandhu.
Rights issue WSKT diperkirakan juga tidak akan berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangannya. Mengingat, target perolehan dananya masih jauh dari besaran nilai utang WSKT saat ini yang mencapai lebih dari Rp 80 triliun. Waskita Karya sudah berupaya melepas banyak ruas toll untuk memperoleh dana segar, namun untuk sekedar membayar bunga utangnya saja masih kesulitan. Emiten konstruksi masih perlu bekerja keras untuk memperbaiki kinerja perseroan.
Baca Juga: Restrukturisasi Disahkan, Garuda (GIAA) Optimistis Pemulihan Kinerja Akan Lebih Cepat Adapun secara teknikal, Analis Binaartha Sekuritas Ivan Rosanova melihat suntikan dana memang dapat menjadi sentimen positif yang mendongkrak harga sahamnya dalam jangka menengah hingga jangka panjang. Dengan catatan, pelaku pasar akan mencermati efek suntikan dana itu terhadap kinerja keuangan perusahaan ke depan. Sementara untuk saat ini, sentimen pasar secara umum dan sentimen global masih lebih mendominasi pelaku pasar dalam mengambil keputusan. Adapun sepengamatan Ivan, pelaku pasar sejauh ini cenderung mengurangi posisi untuk antisipasi ketidakpastian pergerakan harga. Secara teknikal, saham BBTN bisa dicermati mengingat saham perbankan memiliki prospek pembalikan tren lebih cepat di saat terjadi tekanan jual seperti saat ini. Selain itu, SMGR, WSKT, dan ADHI juga bisa dicemati, mengingat industri konstruksi dan infrastruktur yang secara bertahap mulai terjadi pemulihan aktivitas sehingga bisa berdampak pada permintaan semen. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati