Dapen bisa masuk KIK EBA III asal yieldnya menarik



JAKARTA. Dana Pensiun (dapen) menganggap investasi di dalam Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragunan Aset (KIK-EBA) III yang akan diterbitkan oleh Bank BTN akan menarik bila imbal hasilnya sesuai dengan keinginan dapen. Tahun ini BTN berniat untuk menerbitkan KIK-EBA sebesar Rp 750 miliar pada kuartal keempat 2010.Kepala Biro Dana Pensiun Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Mulabasa Hutabarat mengatakan, investasi di KIK-EBA sebenarnya sangat menarik buat Dapen karena termasuk instrumen investasi yang cukup aman. "Peluang dapen masuk ke instrumen ini cukup besar karena dalam aturan mereka bisa masuk ke investasi ini maksimal 20% dari dana kelolaan atau setara dengan Rp 24 triliun dari total dana kelolaan dapen per September sebesar Rp 120 triliun," terang Mulabasa, Kamis (28/10).Namun, bagusnya invstasi tersebut tidak dapat ditangkap oleh dapen. Buktinya, dari penerbitan KIK EBA sebelumnya saja, investasi yang ditanamkan dapen tidak terlalu besar. Untuk KIK-EBA I sebesar Rp 100 miliar, dana pensiun hanya menginvestasikan dananya dalam instrumen ini sebesar Rp 4,4 miliar. Sementara pada KIK-EBA II sebesar Rp 360 miliar dana pensiun hanya masuk sebesar Rp 12,6 miliar.

"Dana dapen yang masuk kesini masih tergolong kecil sekitar 0,014% dari total investasi dapen karena itu dapen perlu di edukasi mengenai KIK-EBA biar semakin kenal dengan produk ini sehingga berani masuk ke instrumen tersebut," tambahnya.Ketua Umum Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Djony Rolindrawan mengatakan, tidak banyaknya dapen yang berinvestasi dalam KIK-EBA karena momentum yang tidak tepat. Ketika itu, baru saja terjadi krisis finansial global akibat suprime mortage di Amerika Serikat. "Waktu itu yang melekat dipikiran banyak dapen, KIK-EBA tersebut bisa memicu suprime mortage di Indonesia padahal agunan yang digunakan adalah tagihan KPR yang betul-betul bagus," ujarnya.Selain itu, sedikitnya dapen yang masuk ke insturmen tersebut karena banyak dapen yang belum mengubah arah investasinya. "Pada waktu penerbitan nominalnya juga kecil sehingga dianggap tidak marketable," tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Uji Agung Santosa